Konflik Internal PPP Berpotensi Lahirkan Partai Baru

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Selasa, 05 Jan 2016 05:41 WIB
Pecahnya PPP karena konflik internal telah terjadi sejak dulu jadi bukti partai ini gagal melakukan mediasi internal dan buruknya manajemen konflik.
Sekjen DPP PPP Dimyati Natakusumah (kedua kanan) didampingi Wasekjen Sudarto (kedua kiri), Ketua DPW PPP Jakarta Abraham Lunggana (tengah) beserta pengurus menunjukan surat otentik muktamar Jakarta ketika mendatangi Gedung Kemenkumham, Jakarta, Senin (4/1). (CNN Indonesia/Wahyu Putro A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes berpendapat konflik internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berpotensi tinggi melahirkan partai baru.

"Terbukti, berdasarkan sejarah PPP, kalau ada konflik internal, selalu tidak bisa diselesaikan secara adat atau negosiasi. Biasanya akan terbelah dengan munculnya partai baru," kata Arya saat dihubungi CNN Indonesia, Senin (4/1).

Arya mencontohkan, pada awal tahun 2000 misalnya, muncul PPP Reformasi sebagai pecahan dari PPP. Kemudian, muncul pula Partai Bintang Reformasi yang dideklarasikan pada tahun 2002.
Arya menilai pecahnya PPP karena konflik internal yang telah terjadi sejak dulu merupakan bukti bahwa partai tersebut gagal melakukan mediasi internal. Bukan hanya itu, ia juga menilai partai itu telah gagal melakukan manajemen konflik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Berarti, tidak ada mekanisme internal yang baik untuk menyelesaikan konflik. Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa 'aktor' politik yang bertikai dalam tubuh PPP saling tidak mau mengalah," katanya.

Padahal, kata Arya, konflik internal dalam PPP telah menyebabkan penurunan perolehan suara yang signifikan oleh PPP. Partai ini dinilai telah kehilangan kesempatan mengusung calon potensial dalam Pilkada serentak lalu karena sibuk mengurusi konflik internal tersebut.
"PPP kehilangan kesempatan untuk melakukan konsolidasi antar kader di daerah. Calon potensial pun lebih memilih diusung partai lain karena ketidakjelasan status PPP. Terbukti, saat Pilkada, tidak banyak suara yang dimenangkan PPP," ujar Arya.

Ia pun menilai Menkumham Yasonna Laoly kini tengah bersikap ekstra hati-hati dalam hal pengeluaran Surat Keputusan (SK) yang menegaskan keabsahan pihak tertentu dari PPP.

"Pada awalnya, Kemenkumham secara cepat mengeluarkan SK untuk Golkar dan PPP, yang akhirnya memunculkan polemik. Kali ini, saya pikir, ia tidak mau lagi gegabah. Namun, kalau sudah ada keputusan inkrah dari MA, seharusnya tidak ada lagi alasan menunda pengeluaran SK," katanya.
Sebelumnya, Ketua Umum PPP versi Muktamar Jakarta, Djan Faridz, mempetanyakan sikap Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang belum juga menerbitkan SK menteri untuk mengesahkan kepengurusan partai Islam berlambang Kabah di bawah kepemimpinannya.

Menurut Djan, sudah seharusnya Yasonna menaati putusan kasasi Mahkamah Agung dalam menanggapi dualisme kepemimpinan PPP. Pasalnya sudah hampir satu tahun nasib kepengurusan PPP yang sah digantungkan dan mandek di kementerian pimpinan Yasonna. (pit/pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER