WAWANCARA KHUSUS

Yuddy: Hanya Presiden dan Tuhan yang Tahu Kapan Reshuffle

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Sabtu, 09 Jan 2016 12:04 WIB
Yuddy Chrisnandi bercerita tentang rencananya jika terkena reshuffle, dan penuturannya soal ketiadaan minat aktif di dunia politik selepas menjabat menteri.
Menteri PANRB Yuddy Chrisnandi mengatakan tak berminat aktif di dunia politik selepas menjabat menteri. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri ‎Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi menanggapi santai pro-kontra berbagai kalangan terkait hasil evaluasi akuntabilitas kementerian dan lembaga yang dibuat jajarannya.

Politikus Hanura berusia 47 tahun itu tak ambil pusing dianggap melakukan manuver ke Presiden Jokowi dan membuat kegaduhan pada awal tahun, dengan mempublikasikan terbuka penilaian kinerja kementerian di tengah santernya isu perombakan kabinet jilid II dalam waktu dekat.

Di ruangan kerjanya di Kementerian PANRB, Rabu (6/1), kepada wartawan CNNIndonesia.com Christie Stefanie, Yuddy Chrisnandi bercerita tentang pandangan dia terkait reshuffle kabinet, rencananya jika ikut terkena reshuffle, hingga penuturannya tentang ketiadaan minat berkecimpung aktif di dunia politik selepas menjabat menteri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

 
Anda berkomunikasi langsung dengan Presiden usai mempublikasikan hasil evaluasi kementerian dan lembaga? Apa tanggapan Jokowi?

Kemarin saya bertemu langsung dengan Presiden. Saya kan hampir tiap hari bertemu beliau, biasa saja. (Evaluasi) ini bukan sesuatu yang baru. Biasa-biasa saja. Sudah sepuluh tahun berjalan. Yang bikin heboh, momentumnya sekarang bersamaan dengan isu Presiden akan melakukan reshuffle. Padahal kan belum tentu juga ada reshuffle.

Yang kedua, ada kepentingan-kepentingan lain yang ingin menyebar isu “Wah, ini momentum buat nyingkir-nyingkirin orang.” Masukkan kepentingan politik.

Yang ketiga, ada politisi-politisi yang merasa “Wah, bahaya nih.” Jadi yang bikin gaduh itu di luar. Di dalam sih adem-adem saja.

Apa komentar Pak Wiranto selaku Ketua Umum Partai Hanura mengenai evaluasi kementerian dan lembaga yang Anda lakukan, serta kegaduhan yang muncul?

Biasa-biasa saja. Saya bilang ke Pak Wiranto, “Pak, nanti saya kasih (hasil evaluasinya) loh.” Dia menjawab, “Sudah tahu saya. Sudah lihat. Di internet juga ada. Tidak apa-apa kok.”

Hasil penilaian Kementerian PANRB soal akuntabilitas kementerian dan lembaga telah dipampang di laman resmi kementerian itu, menpan.go.id, sejak Desember 2015.

Bagaimana jika nantinya menteri yang terkena reshuffle adalah yang kementeriannya mendapat nilai buruk dalam evaluasi Kementerian PANRB?

Itu kebetulan. (Evaluasi Kementerian PANRB) ini adalah tentang akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, bukan akuntabilitas kinerja pimpinan dan menteri. Jadi yang dinilai kementerian dan lembaga, bukan menterinya.  

Jadi dengan adanya nilai-nilai itu, menteri-menteri jadi tahu bagaimana kondisi pengelolaan pemerintahan pada masing-masing instansinya. Jadi dia seharusnya terpacu untuk memperbaiki. Bagus kan?

Anda dianggap melakukan manuver?

Enggak apa-apa. (Mungkin mereka pikir) ini survei. Yang kami lakukan ini bukan survei. Ini perintah konstitusi menuju suatu tatanan pengelolaan pemerintah yang memiliki akuntabilitas tinggi dan berkelas dunia dalam jangka waktu sesingkat-singkatnya.

Sehingga dilakukan roadmap reformasi birokrasi nasional. Ada komitenya. Namanya Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional. Ketuanya Wakil Presiden, ketua tim pelaksananya Menteri PANRB. Dasarnya Keputusan Presiden. Di atasnya ada Peraturan Pemerintah, ada undang-undang.

Jadi enggak ada urusannya dengan reshuffle. Kalau hasilnya sama dengan penilaian Presiden, itu soal lain. Kebetulan saja. Tetapi kan Presiden sudah menyampaikan bahwa Presiden tidak bisa didesak-desak. Presiden punya otoritas dan penilaian sendiri.

Yang menilai menteri adalah Presiden, bukan menteri, bukan laporan menteri, bukan hasil survei, bukan pendapat pengamat politik, bukan opini media massa, bukan juga desakan pemimpin partai politik, tapi semata-mata Presiden.

Kalau Presiden mau ganti menteri, hari ini juga bisa. Satu, dua, tiga, empat, lima menteri, atau semuanya. Presiden juga bisa mengangkat menteri dari mana saja.

Makanya yang menjadi landasan Presiden mengangkat atau memberhentikan menteri adalah bagaimana Presiden merasakan kinerja menteri tersebut, kemampuan menteri tersebut, loyalitas menteri tersebut, dan chemistry menteri tersebut dengan apa yang diharapkan Presiden untuk menyukseskan program pembangunan. Kuncinya di situ.

Anda sendiri apakah setahun ini merasa ada chemistry dengan Presiden?

Masak saya mencocok-cocokkan? Itu kan Presiden. Kalau tanya kepada semua menteri pasti jawabannya: saya merasa satu chemistry dengan Presiden. Tapi apakah pemimpinnya merasakan hal yang sama? Itu otoritas pimpinan.

Selama Presiden mempertahankan pembantunya, berarti Presiden merasa pembantunya ini cocok untuk mendukung tugas-tugas pemerintahan di bawah kepemimpinan beliau. Kalau beliau sudah merasa tidak cocok, ya diganti.

Setahu Anda, kapan perombakan kabinet gelombang kedua akan dilakukan?

Saya tidak tahu. Hanya Presiden dan Tuhan yang tahu. Paling jauh yang tahu Wakil Presiden, karena dari pengalaman yang sudah-sudah, biasanya setelah Presiden memiliki referensi tentang kabinetnya, sebelum diumumkan reshuffle dikonsultasikan dengan Wakil Presiden.

Kalau yang lain menduga-duga saja, dan saya tidak bisa menduga. Saya tidak tahu. Presiden punya otoritas yang harus kita hormati.

Bagaimana jika Presiden saat ini tiba-tiba menelepon Anda dan berkata Anda di-reshuffle?

Ya enggak apa-apa. Biasa-biasa saja. Saya harus bersyukur Presiden sudah memberikan kesempatan dan tempat terhormat kepada saya untuk menjadi pembantunya, untuk mengabdi kepada bangsa dan negara. Itu kan sesuatu yang positif.

Kalau saya yang jadi presiden, saya yang punya kewenangan mengganti-ganti orang. Karena Pak Jokowi yang menjadi Presiden, beliau yang punya kewenangan.

Enggak boleh ngambek. Pada saat Anda mengerjakan tugas yang begitu berat, lalu tiba-tiba Anda diberikan kebebasan untuk tidak melaksanakan tugas, harusnya kan bersyukur. Wah alhamdulillah, berarti memang tugas saya sudah selesai.

Saya rasa itu satu prinsip hidup yang harus dimiliki setiap orang.

Artinya Anda merasa menjadi menteri memang berat sekali?

Ya, dan jadi Presiden lebih berat lagi. Makanya saya bingung, kok banyak orang yang mau jadi Presiden? Kalau saya terus terang enggak mau.

Jadi, kalau misalnya ada orang sebaik Pak Jokowi, setulus beliau mengabdi untuk rakyat, ya kita dukung saja. Dukung habis-habisan, bantu, sukseskan pemerintahannya, enggak usah berpikir macam-macam. Selama beliau percaya, bekerjalah sebaik-baiknya. Kan begitu.

Hidup mudah saja buat saya.

Apa yang akan Anda lakukan setelah tak lagi jadi menteri?

Mengajar. Saya kan Guru Besar. Sekarang juga saya tetap mengajar. Enggak akan saya lepaskan. Banyak hal yang bisa kita lakukan. Kita kan hidup mencari amal dan perbuatan baik untuk bekal di akhirat. Banyak lahan pengabdian.

Yuddy Chrisnandi tercatat sebagai pegajar tetap di Fakultas Ekonomi Universitas Nasional, Jakarta. Ia juga dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nasional pada 23 Mei 2015. Yuddy menjadi guru besar termuda di universitas tersebut.

Ada niat kembali ke DPR?

Tidak. Saya sudah menjadi anggota DPR, pernah jadi anggota MPR, cukup. Ngapain cari-cari pekerjaan. Orang itu di mana-mana jangan cari yang susah-susah. Nikmati hidup. Pergunakan hidup untuk bermanfaat bagi orang banyak.

 
Tetap akan aktif di kepartaian?

Rasa-rasanya tidak ya. Tidak ada minat. Mungkin kamu berpikir saya ingin jadi Ketua Umum Partai? Tidak ada minat.

Jadi saya dicecar apapun oleh berbagai pertanyaan atau desakan yang seolah-oleh punya tendensi, enteng-enteng saja, karena saya enggak punya niat politis.

Saya enggak ada urusan, enggak punya agenda, enggak ada kepentingan untuk memojokkan orang, untuk mendegradasi ini itu. Hanya menjalankan tugas biasa.

Saya juga tidak perlu minta maaf. Minta maaf ke siapa? Saya kan bertugas. Disebut bikin gaduh, yang bikin gaduh kan orang-orang lain saja.

Kalau disebut bikin gaduh, kok tahun 2014 enggak gaduh? Iya kan? Padahal sama saja, tahun 2014 diumumkan kementerian dan lembaga ini dapat A, B, C. Malah waktu itu diumumkan di Balai Kartini di hadapan ribuan orang. Kok enggak ribut?

Tahun itu yang diributkan: kenapa acaranya di Balai Kartini, kenapa enggak di kantor? Kok sekarang ributnya beda tema? Jadi yang bikin gaduh siapa?

(agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER