Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia --
Should I kill myself, or have a cup of coffee?Kalimat itu saya tulis menjadi status di akun Facebook saya empat hari lalu, lengkap dengan foto secangkir kopi yang saya pesan di sebuah kafe. Saat itu menjelang akhir pekan, kala penat dan pikiran suntuk sempurna berkelindan.
Saya tak ingat pernah membaca kata-kata itu di mana, atau kutipan siapa persisnya. Konon ucapan itu berasal dari Albert Camus –penulis, jurnalis, sekaligus filsuf peraih Nobel Sastra.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Setelah saya cek ulang, sepertinya Camus bukan penyusun kalimat tersebut.
Tapi itu bukan soal di sini. Esensinyalah yang terpenting, yakni minum kopi bisa menghindarkan Anda dari keinginan bunuh diri.
Seorang sahabat dan mentor menggambarkan dengan pas pentingnya soal kopi ini:
you can’t buy happiness but you can buy coffee and that’s pretty close.
Jadi, kopi mestinya bisa “membeli” kebahagiaan, semacam antidepresan. Setidaknya itulah hasil riset di Universitas Harvard beberapa tahun lalu, bahwa mereka yang minum kopi setiap hari berisiko lebih rendah terkena depresi.
Maka betapa ngerinya ketika kopi “berkhianat” dan justru menjadi medium pencabut nyawa.
Ketika kaum urban Jakarta menyesap kopi mereka dan menikmati tiap tetesnya, Mirna justru meregang nyawa dalam satu sedotan kopi di sebuah restoran, pusat perbelanjaan ibu kota.
Vietnamese coffee yang diteguk Mirna diduga telah diberi sianida alias zat beracun. Perempuan 27 tahun itu lantas kejang. Mulutnya mengeluarkan buih. Tak lama kemudian, Mirna meninggal di rumah sakit.
Entah kepala siapa punya ide untuk menaruh maut dalam secangkir kopi. Lebih keterlaluan lagi, melakukan kejahatan ini di tempat umum.
Nasib sial bisa menimpa siapa saja. Bagaimana kita tahu kenapa orang gila ini, pembunuh ini, menaruh sianida di kopi vietnam Mirna dan bukan di espresso, doppio, macchiato, americano, cappuccino, cafe latte, atau mochaccino milik orang lain di restoran tersebut?
Kopi dan racun. Dalam novel
Black Coffee, “Ratu Kriminal” Agatha Christie mengisahkan kematian seorang fisikawan yang diracun lewat kopinya. Sebelum tewas, si fisikawan sempat mengeluhkan kopinya yang terasa lebih pahit.
Saya belum pernah mencecap racun –dan berharap tak akan pernah. Namun saya membayangkan racun tentu terasa tak enak di lidah, seperti Mirna yang berkali-kali mengucapkan “
It’s awful, it’s so bad,” usai menyesap kopi vietnam bersianida miliknya.
Fakta betapa Mirna merasa ada yang tak beres dengan kopinya, disusul dampak buruk yang cepat ia rasakan pada tubuhnya, terungkap pada adegan-adegan prarekonstruksi yang digelar penyidik Polda Metro Jaya di restoran tempat ia diracun.
Sianida. Ini salah satu racun paling mematikan di dunia. Pada berbagai kisah pembunuhan, sianida dioleskan di pinggir gelas atau disuntikkan ke dalam es batu.
Tahun 2004,
World Health Organization resmi mengumumkan sianida sebagai zat beracun yang amat mematikan. Pada dosis tinggi, sianida dapat menyebabkan kematian hanya dalam hitungan menit.
Mengantarkan maut lewat kopi, sumber kebahagiaan, ke mulut korban sungguh tak dapat dibenarkan.
Semoga misteri di cangkir kopi Mirna segera terungkap.