Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mengaku telah menindaklanjuti seluruh temuan auditor termasuk rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kepala Urusan Komunikasi Eksternal BPJS Ketenagakerjaan, Irvansyah Utoh Banja mengatakan hasil tindak lanjut perusahaannya telah dilaporkan ke BPK dan mendapatkan pengakuan dari auditor eksternal tersebut.
Menurutnya, BPK melalui surat resmi bernomor 365/S/XX/08/2015 tertanggal 24 Agustus 2015, telah menyatakan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPJS Ketenagakerjaan telah selesai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Intinya dalam surat itu disebutkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan telah menindaklanjuti rekomendasi temuan BPK RI hingga selesai,” kata Irvansyah Utoh Banja saat dikonfirmasi, Kamis (14/1).
Utoh menjelaskan, BPJS Ketenagakerjaan dalam melakukan pengelolaan dana selalu mengacu kepada regulasi yang telah ditetapkan pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas PP Nomor 99 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Pada Juli 2014, lanjutnya, BPK merekomendasikan BPJS Ketenagakerjaan untuk melakukan sejumlah perbaikan dalam hal pengelolaan dana dan program yang dianggap telah keluar dari ketentuan peraturan yang berlaku. BPK menilai triliunan rupiah dana BPJS salah urus dan tidak dipertanggungjawabkan sebagaimana hasil temuan audit BPK.
Temuan audit dan catatan rekomendasi dari BPK tersebut didasari oleh Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Pengalihan Aset PT Jamsostek (Persero) menjadi Aset Program dan Aset BPJS Ketenagakerjaan serta Kegiatan Pengembangan Dana Jaminan Hari Tua (JHT), Non JHT, dan Biaya PT Jamsostek Tahun Buku 2012 dan 2013 pada BPJS Ketenaga Kerjaan di Jakarta, Jawa Timur, Medan, Jawa Barat, dan Bali.
Anggota VII BPK Bahrullah Akbar saat dikonfirmasi menyatakan pihak BPJS telah merespons temuan yang dikeluarkan pada Juli 2014 tersebut dan pada intinya menolak hasil pemeriksaan dari BPK. "Mereka menganggap itu (dana yang diaudit) sebagai keuntungan, atau laba," ujar Bahrullah, Rabu (13/1).
Rekomendasi yang diterbitkan oleh BPK ditujukan kepada direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk, antara lain, membagikan hasil pengembangan JHT kepada peserta tahun 2013 sebesar Rp1,36 triliun.
BPK juga merekomendasikan direksi BPJS untuk melakukan rekonsiliasi kembali atas selisih sebesar Rp25,83 miliar dan memberikan hasil rekonsiliasi dan kertas kerja rekonsiliasi kepada BPK RI, serta mengalihkan kembali dana sebesar Rp 1,19 triliun dari ekuitas ke dana jaminan sosial yang akan digunakan untuk kepentingan peserta.
Direksi BPJS juga diminta mengembalikan hasil investasi ke Dana Pengembangan Non JHT untuk tiga tahun buku sebesar Rp594,28 miliar dan selanjutnya dialihkan ke dana Jaminan Sosial. Dewan Pengawas dalam hal ini turut direkomendasikan memberi sanksi kepada Direksi BPJS Ketenagakerjaan atas kelalaiannya dalam membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Setidaknya masih ada lebih dari lima poin rekomendasi lainnya yang belum terjabarkan secara merinci. Meski demikian, inti dari rekomendasi yang disampaikan BPK pada intinya menegaskan ada yang tidak beres dalam pengelolaan dana di BPJS Ketenagakerjaan
Utoh menegaskan semua hasil temuan dari BPK itu telah ditindaklanjuti sebagaimana yang telah direkomendasikan. "Lagipula itu sudah lama. Jadi kami rasa itu semua sudah lewat dan selesai," kata Utoh.
Dia menambahkan, BPJS Ketenagakerjaan senantiasa mengutamakan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (
good corporate governance) dan pemanfaatan dana kelolaan sepenuhnya demi kepentingan peserta.
Hingga akhir 2015, kata Utoh, dana yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp206,37 triliun dari 19,1 juta peserta, yang terdiri atas pekerja penerima upah dan pekerja bukan penerima upah. Dana kelolaan tersebut rata-rata tumbuh 15,83 persen per tahun sejak tahun 2010. Adapun hasil investasi mencapai Rp 17,68 triliun atau rata-rata tumbuh 14,96 persen pertahun.