Pemerintah Putuskan Revisi UU Antiterorisme

Resty Armenia | CNN Indonesia
Kamis, 21 Jan 2016 19:29 WIB
Pemerintah memutuskan merevisi UU 15/2003 tentang Perppu 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU dengan poin pencegahan.
Presiden Joko Widodo memutuskan untuk merevisi Perppu menjadi UU Antiterorisme. (Antara Foto/Widodo S Jusuf)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah memutuskan merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang dengan memasukkan poin pencegahan terorisme dan deradikalisasi.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkapkan, setelah Presiden Joko Widodo mendengarkan berbagai pendapat dan masukan dalam rapat terbatas, sang kepala negara memberikan arahan kepada Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso, dan Kepala Badan Nasional Penaggulangan Terorisme Saud Usman Nasution untuk melakukan revisi Undang-Undang Antiterorisme itu.

"Diminta kepada Menkopolhukam dan Menkumham untuk mengkoordinasikan, karena kebutuhan atas hal tersebut, dengan berbagai pertimbangan, diperlukan oleh pemerintah saat ini. Tapi tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah dan mengedepankan pendekatan hak asasi manusia," ujar Pramono di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (21/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pria yang akrab disapa Pram ini menjelaskan, dalam ratas tadi juga membahas bagaimana persoalan deradikalisasi tidak lepas dari berbagai hal yang tumbuh di masyarakat, yang berkaitan dengan ideologi, kekerasan, ketimpangan, dan kesenjangan, dan pendidikan. Maka dari itu, ucapnya, faktor-faktor tersebut akan menjadi pertimbangan pemerintah dalam mengambil sikap nantinya.
"Diharapkan dalam masa sidang ini atau paling lama sidang berikutnya, hal ini dapat diselesaikan," katanya.

Pram menuturkan, pemerintah meyakini bahwa peraturan yang menjadi pilihan atau yang sudah berlaku saat ini sebenarnya sudah relatif berjalan cukup baik, namun perkembangan ekstremisme dan radikalisme di dunia menuntut adanya perubahan. Ia mencontohkan, Presiden juga baru saja meminta Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara untuk segera menutup laman dan akun yang menyebarkan paham radikalisme.

"Karena dari berbagai laporan Kapolri, Panglima TNI, BIN, dan BNPT, salah satu sumber radikalisme selain ajaran yang disampaikan secara langsung dan juga sekarang tumbuh di lapas. Makanya, Presiden meminta kepada Menkumham untuk menertibkan lapas-lapas yang ada, supaya tidak jadi tempat, sarang tumbuhnya radikalisme," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly memaparkan, poin pencegahan dimasukkan ke dalam revisi Undang-Undang Antiterorisme, karena sebelumnya dalam peraturan tersebut lebih menekankan ke poin penindakan, sehingga pemerintah tidak memiliki payung hukum untuk mengantisipasi dengan upaya pencegahan.

"Sekarang kami perluas, masa penahanan juga kami perluas waktunya. Di dalamnya ada beberapa unsur, termasuk kalau memang secara nyata dan jelas bahwa orang yang bersangkutan sudah melakukan tindakan yang dapat mengancam keselamatan negara," katanya.

Tak hanya itu, Yasonna menyebutkan bahwa peraturan tersebut juga akan memuat poin pencegahan untuk warga negara Indonesia yang pergi ke luar negeri untuk berperang demi kepentingan negara lain. Menurutnya, terorisme merupakan kejahatan global, sehingga nantinya akan ada pembahasan pasal tentang pencabutan paspor WNI.
"Memang ada usulan kalau masuk (WNI yang kembali dari negara konflik dan berperang) dikasih alat ya, tapi saya kira lebih bagus paspornya yang kita cabut. Ada juga memberi sedikit, kalau tadi dari Ketua Pengadilan, nanti akan kami bicarakan, cukup hakim, misalnya, untuk mengajukan permohonan izin supaya cepat," ujarnya. (pit/pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER