Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) mengaku keberatan atas wacana merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Badan Intelijen.
"Kalau hanya untuk memperkuat dan menambah kewenangan saja, yang berlebihan bahkan berpotensi melanggar hak asasi, itu perlu dikritisi bersama," ujar Edhie Baskoro Yudhoyono di Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta, Rabu (20/1).
Sementara, pemerintah memunculkan opsi revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang atau menerbitkan Perppu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi itu, Ibas pun mempertanyakan urgensi dari dikeluarkannya Perppu tersebut. "Untuk mengubah undang-undang kan perlu proses lama. Perppu? Apakah itu mendesak?" katanya.
Secara prinsip, Ibas mengaku menyetujui penyempurnaan dari kedua undang-undang tersebut. Dia menuturkan Fraksi Partai Demokrat membuka ruang menerima masukan apabila revisi itu bersifat memperbaiki yang bersifat jangka panjang.
Karenanya, dia menolak apabila kedua undang-undang tersebut harus direvisi hanya karena insiden ledakan dan penembakan di kawasan Thamrin, Jakarta, pada Kamis (14/1) lalu.
"Kami siap bila jadi kepentingan bersama tanpa harus mengubah pokok pikiran undang-undang yang terdahulu," tuturnya.
Sebelumnya, Kepala BIN Sutiyoso menyatakan kewenangan lembaga yang dipimpinnya dalam menangani terorisme memang terbatas. Karenanya, dia berharap UU Intelijen direvisi dan memberi kewenangan lebih besar kepada BIN, seperti melakukan penangkapan dan penahanan.
(obs)