Jakarta, CNN Indonesia -- Satu tahun sudah perkara dugaan kesaksian palsu yang menjerat mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto diproses secara hukum oleh lembaga kepolisian dan kejaksaan. Namun hingga saat ini belum ada kejelasan nasib bagi Bambang dari dua lembaga yang menangani kasusnya.
Proses penangkapan, penyidikan, hingga pelimpahan berkas perkara dari lembaga kepolisian ke kejaksaan telah dilalui Bambang. Pasca pelimpahan berkas perkara dan tanggung jawab tersangka dilakukan September lalu, kejaksaan belum melimpahkan seluruh berkas tersebut ke pengadilan.
Jika pelimpahan berkas belum dilakukan oleh kejaksaan, maka persidangan perkara Bambang belum dapat dilakukan.
Terombang-ambingnya nasib Bambang saat ini jelas menimbulkan tanda tanya besar. Apa sebenarnya keinginan para penegak hukum di Indonesia terhadap perkara mantan pimpinan KPK tersebut?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat dihubungi tepat pada hari pelimpahan berkas perkara Bambang dari kepolisian 18 September 2015, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo telah memberikan sinyal tidak mau tergesa-gesa melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan. Bahkan penahanan Bambang saat itu tidak dilakukan oleh Kejaksaan.
Fakta yang sebenarnya berkebalikan dengan langkah Polri yang sangat terburu-buru saat menangkap dan memborgol Bambang. Jumat pagi itu, 23 Januari 2015, Bambang ditangkap saat mengantar anaknya ke sekolah di Depok, Jawa Barat, langsung menjalani pemeriksaan dan dijadikan tersangka.
Padahal Kejaksaan memiliki hak untuk menahan langsung tersangka saat pelimpahan berkas dilakukan aparat kepolisian. Berkas perkara Bambang kala itu diketahui sudah lengkap.
Prasetyo berdalih, penyusunan dakwaan akan dilakukan terlebih dahulu sebelum melimpahkan berkas perkara dan menahan Bambang. "Kami lihat urgensinya penahanan seperti apa. Akan ada pertimbangan objektif dan subjektif jaksa," ujar Prasetyo saat itu.
Isu akan diterbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) atau deponering (pembekuan) perkara Bambang sempat muncul setelah tiga minggu berlalu pasca pelimpahan perkara ke kejaksaan. Tetapi Prasetyo berkata belum ada pembicaraan dengan Presiden Joko Widodo untuk membahas pemberian SKP3 atau deponering perkara Bambang.
Walau belum membicarakan pertimbangan tersebut dengan Presiden, Prasetyo mengaku siap jika suatu saat diminta untuk mengeluarkan 'surat sakti' itu. "Tidak masalah pertimbangan SKP3 itu, nanti kami kan juga memberikan pertimbangan," katanya 5 Oktober lalu.
Sementara itu, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengklaim tak menemui hambatan dalam penyusunan tuntutan perkara Bambang.
"Kami lihat nanti akan seperti apa. Banyak desakan, tapi tidak bisa sembarangan (mengeluarkan deponering). Ini kan di ranah hukum, tentunya nanti kami lihat dulu, pelajari dulu," kata Prasetyo 7 Oktober lalu.
Desakan bagi Jaksa Agung untuk menerbitkan deponering perkara Bambang akhirnya kembali mencuat dalam rapat kerja antara Komisi Hukum DPR dengan petinggi Kejagung, Rabu (20/1) lalu. Desakan muncul dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI Benny K. Harman.
"Kami mohon Kejaksaan Agung menghentikan kasus ini sesuai kewenangan Jaksa Agung. Tak perlu melanjutkan tradisi yang bikin gaduh," kata Benny.
Namun sejak desakan diberikan, belum ada tanggapan jelas yang diberikan Prasetyo sampai saat ini. Padahal terhitung sudah empat bulan penyusunan penuntutan perkara Bambang diproses kejaksaan sejak pelimpahan dilakukan lembaga kepolisian.
Karut marut perkara Bambang bermula sejak 19 Januari tahun lalu. Kala itu, Markas Besar Polri menerima laporan masyarakat Nomor 67/I/2015 dari masyarakat soal dugaan Bambang memerintahkan orang lain untuk menyampaikan kesaksian palsu di sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di MK pada tahun 2010.
Menurut laporan, kesaksian tersebut diutarakan oleh Ratna Mutiara yang menyebut ada transaksi uang saat kampanye. Namun Ratna pernah disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas kesaksiannya. Dalam putusan, majelis melihat tak ada kesaksian palsu yang dilakukan Ratna.
Pada 7 Mei 2015, Bambang sempat mengajukan praperadilan terkait penetapan tersangka kepada dirinya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 39/2015. Tanggal 20 Mei 2015, Bambang sempat menarik gugatan praperadilan dan kembali mendaftarkan permohonan praperadilan sepekan selanjutnya.
Pada 15 Juni 2015, Bambang kembali mencabut gugatan permohonan praperadilan dirinya saat sidang di PN Jakarta Selatan melalui pengacaranya saat diminta oleh majelis hakim untuk membacakan gugatan.
Kasus Bambang mencuat sepekan setelah Polri melantik Komjen Budi Waseso sebagai Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri. Momen penindakan kasus pimpinan komisi antirasuah ini memanas setelah KPK menetapkan petinggi Polri Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka suap dan gratifikasi.
(pit/rdk)