Jaksa Agung Bantah Hukuman Ringan Picu Aksi Terorisme

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Kamis, 21 Jan 2016 10:17 WIB
Menurut Prasetyo, sebagai penuntut umum, pihaknya memberikan tuntutan sesuai derajat kesalahan yang bersangkutan.
Jaksa Agung Prasetyo mengaku tuntutan hukuman yang diberikan jajarannya tidak memberikan efek jera kepada narapidana (napi), terutama yang berkaitan dengan radikalisme. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung Prasetyo mengaku tuntutan hukuman yang diberikan jajarannya tidak memberikan efek jera kepada narapidana (napi), terutama yang berkaitan dengan radikalisme. Hal itu disampaikannya menanggapi penilaian anggota Komisi Hukum DPR Jhon Kennedy Aziz bahwa tuntutan yang diberikan jaksa ke napi sangat rendah.

Sehingga umumnya aksi teror di Indonesia dilakukan mantan napi. Namun, dia menegaskan tuntutan telah diberikan sesuai derajat kesalahan narapidana. Penilaian itu disampaikannya menyikapi insiden ledakan dan penembakan di kawasan Thamrin, Jakarta, kemarin.
"Kalau dikatakan tuntutan jaksa tidak buat mereka jadi jera, mungkin benar. Tapi kami sebagai penuntut umum, kami memberikan sesuai derajat kesalahan yang bersangkutan," ujar Prasetyo di Ruang Rapat Komisi Hukum DPR, Jakarta, Rabu (20/1).
Dia memberikan contoh saat kejaksaan menghukum mati pelaku bom bali dan menuntut berat pelaku bom Hotel Marriot. Menurutnya, hal itu terjadi berdasarkan keyakinan dari para narapidana.

Oleh karena itu, dia mengungkapkan pemerintah terus berupaya melakukan deradikalisasi untuk menyadarkan terkait ajaran dan keyakinan para narapidana yang sebenarnya sulit diubah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya sering dengar, mati bagi mereka adalah tujuan, dan mati masuk surga. Deradikalisasi adalah bagaimana menyadarkan mereka kembali, betapa agama yang sering dijadikan kedok oleh mereka malah disalahgunakan," katanya.

Sebelumnya, kepolisian mengatakan insiden peledakan bom di Thamrin diduga dikepalai Bahrun Naim, eks narapidana Densus 88. Bahrun ditangkap pada 2011 karena kepemilikan senjata ilegal dan dipenjara selama tiga tahun.

Polisi mengatakan sejak bebas dia kerap muncul sebagai pemain kunci dalam jaringan militan yang tumbuh di sekitar Solo dan Jawa Tengah. Bukan hanya itu, Bahrun juga punya pengaruh di Sulawesi.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti pun masih menduga kuat Bahrun adalah otak di balik teror yang menewaskan delapan orang termasuk empat pelaku dan melukai puluhan lainnya.

Selain Bahrun Naim, mantan residivis yang sudah terbukti terlibat dalam aksi teror di Thamrin adalah Afif alias Sunakim. Pria berusia sekitar 32 tahun dan kelahiran Sumedang tersebut pernah dipenjara selama tujuh tahun di LP Cipinang karena kasus teror di Aceh.

(utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER