Jakarta, CNN Indonesia -- Isi pidato Aburizal Bakrie (Ical) dalam Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar hasil Munas Bali soal keinginan untuk menggelar Munaslub dinilai belum bisa dijadikan sebagai pegangan dalam menyelesaikan konflik Partai Golkar.
Ketua Umum Barisan Muda Kosgoro 1957 (BMK 57), Sirajuddin Abdul Wahab yang juga inisiator Generasi Muda Partai Golkar (GMP) menyatakan konsep yang ditawarkan Ical tersebut masih jauh dari harapan penyelesaian konflik. “Perbedaan yang sangat mendasar dari Keputusan Majelis Partai Golkar dengan membentuk Tim Transisi yang substansinya adalah penyelenggaraan Munas Bersama,” kata Sirajuddin dalam keterangannya kepada CNN Indonesia.com, Senin (25/1).
Sirajuddin menyatakan keputusan MPG menginginkan Munas bersama yang diselenggarakan oleh Tim Transisi paling lambat Maret 2016 dan melibatkan kedua kubu yang berkonflik yakni kelompok hasil Munas Bali dan Ancol. “Sedangkan tawaran Pak Ical dalam pidatonya yaitu Munaslub paling lambat sebelum bulan puasa 2016, secara eksplisit Munaslub itu diselenggarakan oleh hasil Munas Bali,” tuturnya.
Menurut Sirajuddin secara substansi belum ada titik kesamaan antara Keputusan MPG dengan Tim Transisinya, jika kemudian disandingkan dengan pidato Ical itu. “Di sisi lain pun Pak Ical masih berharap hasil Munas Bali disahkan oleh Menkumham, dan beliau pun secara eksplisit masih berharap bahwa proses hukum yang di Pengadilan Jakarta Utara dalam tingkat Kasasi sebagai proses akhir dari konflik Partai Golkar,” ujar Sirajuddin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sirajuddin melanjutkan bahwa jika mencermati pandangan umum DPD Partai Golkar Provinsi pun sangat bertolak belakang dari isi pidato Ical. “Tidak berbanding lurusnya pandangan umum itu karena hampir mayoritas DPD Partai Golkar Provinsi hasil Munas Bali, tidak menginginkan adanya Munaslub,” kata dia.
DPD-DPD tersebut, ujar Sirajuddin, berargumentasi bahwa Munas Bali sudah konstitusional berdasarkan AD/ART Partai Golkar, walaupun dikembalikan kepada Ical selaku Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali untuk mengambil keputusan akhir.
Sirajuddin mengingatkan, seharusnya peserta Rapimnas Partai Golkar Munas Bali bisa menyadari serta mengedepankan asas persatuan partai di atas ego kelompok karena tidak bisa begitu saja meniadakan keberadaan Partai Golkar hasil Munas Ancol.
“Hasil Munas Ancol memilki sejarah legalitas hukum sebagai partai politik yang sah diakui oleh negara berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM, sedangkan Partai Golkar hasil Munas Bali sama sekali tidak pernah diakui sebagai suatu Munas yang sah dan demokratis, keputusan kasasi TUN,” tutur Sirajuddin.
(obs)