Semarang, CNN Indonesia -- Pengamat komunikasi politik Universitas Diponegoro Triyono Lukmantoro berpendapat kelompok Gerakan Fajar Nusantara (Nusantara) seolah diberangus karena dicap sesat tanpa mempertimbangkan hal-hal lain di luar pengaruh ideologis yang diduga didoktrinkan kepada anggotanya.
“Sejumlah kalangan dan media mencap Gafatar aliran sesat. Padahal warga Gafatar sendiri tak berpikir seperti itu. Secara sosial, mereka menikmati hidup karena memiliki pekerjaan sebagai petani dan punya rumah sendiri,” kata Triyono dalam diskusi bertajuk ‘Gafatar: Politik atau Agama Baru’ di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (26/1).
Terlepas dari keyakinan anggota Gafatar yang disebut sesat, ujar Triyono, mereka terbukti berhasil melakukan transmigrasi yang nyata dan menciptakan lapangan kerja.
Alih-alih terus mengulang label ‘sesat’ terhadap Gafatar, pemerintah menurut Triyono mesti menggali lebih dalam kenapa banyak orang tertarik bergabung dengan organisasi yang membentuk permukiman sendiri di hutan belantara Kalimantan itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka yang bergabung dengan Gafatar bahkan berasal dari kalangan terdidik. “Bahkan secara ekonomi beberapa di antara mereka sangat tercukupi. Apakah karena ideologi atau ajaran sesat tadi? Perlu dicari tahu,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro itu.
Triyono juga khawatir stigma aliran sesat yang disematkan terhadap Gafatar akan berpengaruh kepada para mantan anggotanya di kemudian hari.
Pegiat hak asasi manusia Yunantyo Adi mengatakan evakuasi anggota Gafatar akibat pengusiran dan pembakaran tempat tinggal mereka di Kalimantan merupakan bentuk perampasan hak hidup dan bekerja.
"Mereka sudah damai hidup, bekerja dengan bertani. Sekarang mereka kehilangan pekerjaan dan tak tahu harus kemana,” ujar Yunantyo.
Ia meminta pemerintah berhati-hati dan tak salah kebijakan dalam menangani kasus Gafatar agar tak ada berimbas pada munculnya masalah baru.
(agk)