Jakarta, CNN Indonesia -- Gebrakan pertama pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jilid IV dimulai ketika penyidik menangkap tangan anggota DPR Damayanti Wisnu Putranti yang diduga menerima suap dari pengusaha Abdul Khoir. Beberapa bulan sebelumnya, anggota Komisi VII DPR Dewie Yasin Limpo juga dicokok bersama seorang pengusaha.
Modus yang sama kembali berulang dalam jangka tak panjang, seakan tak pernah kapok. Agus Rahardjo saat wawancara khusus dengan reporter CNNIndonesia.com Aghnia Adzkia pada Kamis (28/1) mengatakan pihaknya mengawasi banyak elemen di negeri ini agar tak korupsi. Namun sinyal selalu datang dari Senayan.
Selain parlemen, pimpinan sejumlah daerah seperti Sumatra Utara, Banten, Riau, juga masuk dalam daftar mereka yang tak pernah belajar dari masa lalu. Setidaknya dua pimpinan di masing-masing daerah sudah merasakan hotel prodeo akibat rasuah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana sistem pencegahan di DPR sehingga masih saja bobol?Di DPR belum (ada sistem pencegahan). Kalau sosialisasi dan peringatan kan sudah berkali-kali. Peringatan yang teman-teman ketangkap bukan kebetulan tapi sistem yang berjalan karena kami mengawasi banyak hal. Kalau kenapa kejadian yang di sana ya karena kami awasi itu banyak tapi yang sering muncul itu dari DPR. Tapi sama sekali kami bukan menyasar khusus dan DPR kami monitor terus tidak. Kami ke seluruh tempat. Kami kan dasarnya pengaduan masyarakat. Kalau bukti awalnya kuat kami awasi.
Banyak pemerintah daerah terbukti korupsi seperti Riau dan Banten, pencegahannya?Itu yang kami pikirkan. Riau sudah tiga gubernur, Sumatera Utara juga sudah dua gubernur. Itu kami terpikir apakah kami akan intervensi secara khusus? Bersama dengan tokoh dan masyarakat di sana kami ingin membangun sistem. Nah ini sistem sedang dirancang dan akan kami perkenalkan di sana dan dalam waktu yang bersamaan mungkin ada "perwakilan KPK" di beberapa tempat yang berpotensi korupsi sangat sering.
Perwakilan seperti kantor cabang?Bukan kantor cabang tapi ada pegawai yang ditugaskan khusus di sana, mengawal. Itu cara kami melakukan guarding misal terkait perencanaan dan penganggaran, pada waktu pertanggungjawbaan eksekutif, pada waktu kriteria menyusun bantuan sosial, ya sekitar itu. Kalau itu kami berikan pendampingan supaya tidak dilakukan. D samping itu, ada juga perizinan di Riau. Itu rencana tahun 2016. Kami merencanakan di tiga bisa juga lima kalau perlu.
Menilik Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia naik dua poin dan peringkat naik tapi masih di bawah Singapura, bagaimana tanggapan Bapak?IPK kan dari pendapatnya businessman. Itu kan dari 12 lembaga survei di luar dan mereka mensurvei businessman yang pernah berhubungan dengan pemerintah Indonesia baik di luar maupun di dalam. Harus diakui di layanan, belum beranjak banyak. Paling sederhana, presiden mengatakan kemudahan berbinis di Indonesia belum semudah yang dibayangkan. Jadi harus itu yang disentuh.
Kalau mau memperkenalkan masyarakat ikut berpartisipasi layanan pemerintah, tujuannya itu tadi. Di pelayanan seharusnya ada pengawsan, kritik, sistem pelaporan, ya mungkin masyarakat bisa memberi masukan. Contohnya kalau di sekitar rumah ada SD Negeri. Anak Anda sekolah di situ, sengaia orang tua Anda tahu SD Negeri profil seperti apa, perlengkapan seperti apa, gurunya seperti apa, dana yang diterima dari orang tua murid itu berapa dan dana dari pemerintah berapa, nah itu kan tidak tahu. Ini harus ditransparansi. Mungkin Anda menganggap wajar ada guru jualan buku. Padahal semestinya tidak boleh. Ada guru kalau piknik tiap tahun nebeng ke murid dan tidak bayar. Guru harus disediakan dan tidak nebeng. Pembiayaan harus dibayari dengan sistem yang benar seperti kalau kami ke Yogyakarta tidak dibiayai. Itu harus dibiasakan bahwa apalagi sekolah, itu awal pertama anak mengenal dunia. Sistem menegakkan kejujuran dan integritas harus dibangun. Mari menjadi komunitas yang care dengan itu.
Selaras dengan program Sekolah Jujur?Ada di Bogor. Transparancey International juga mengembangkan Check My School. Tapi saya belum setuju karena belum ada indikator integritas keuangan, profil sekolah, dan harus disempurnakan. Kalau alat diberikan ke sekolah-sekolah, orang tua murid bisa kontrol melalui gadget, ini bagus. Kalau di Jawa dan Sumatra sangat mungkin. Itu sekolah. Puskesmas juga begitu, rumah sakit juga begitu, satu atap. Para pengusaha juga care pasti itu kalau mengontrol layanan satu atap. Itu artinya menggerakkan masyarakat secara partisipatif berkontribusi untuk mewujudkan bangsa yang berintegritas tinggi. Otomatis harapannya IPK naik tahun depan, harus sama dengan Malaysia. Malaysia hari ini 50.
Di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), sistem apa yang bapak ciptakan untuk mencegah korupsi?Di LKPP mengenalkan e-procurement yang kemudian bisa menghemat untuk tender sekitar 8 sampai 11 persen. Kalau transaksinya per tahun Rp320 triliun, skitar Rp3 triliun bisa dihemat dengan sistem itu. Jadi itu bisa dianggap satu prestasi. Ya kami bangunnya dengan staf LKPP yang masih kecil. Terakhir saya mengenalkan e-catalogue. Dulu orang beli mobi pelat merah, pura-pura melakukan lelang kemudian membeli mobil pelat merah lebih mahal dari pelat hitam. Sebelum saya tinggal, berunding dengan dealer utama. Mau tidak kalau mobil merah lebih murah dari mobil pelat hitam? Terus mau dan setelah saya tinggal, jenis barangnya seperti mobil dan alat kesehatan itu penghematannya lebih besar dari e-procurement. Ada yang penghematannya 40-50 persen. Bayangkan dulu orang beli alat kesehatan ada yang dibeli RS pemerintah sampai 600 persen dari harga impor. Setelah rundingan langsung, turun menjadi 200 persen, itu kan turun 400 persen sendiri.
(obs)