Jakarta, CNN Indonesia -- Mengguritanya jejak korupsi di Indonesia menjadi pekerjaan berat bagi aparat penegak hukum termasuk Kejaksaan, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di awal 2016 ini, KPK masih mengantongi sedikitnya 49 perkara dalam tahap penyidikan yang masih perlu diusut hingga pengadilan. Lebih dari itu, sederetan kasus besar masih mangkrak seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), kasus dugaan korupsi Pertamina Energy Trading Limited (Petral), serta pembelian lahan RS Sumber Waras di Jakarta. Dalam tiga kasus tersebut, tak seorang pun petinggi negeri dijerat tersangka korupsi, mereka masih jadi saksi.
Ketua KPK Agus Rahardjo dalam wawancara khusus dengan reporter CNNIndonesia.com Aghnia Adzkia di kantornya, Kamis (28/1), menjelaskan perlu strategi dengan membuat skala prioritas untuk menuntaskan kasus rasuah di negeri khatulistiwa ini. Tak bisa dipungkiri, bekerja cerdas dibutuhkan dengan kondisi jumlah penyidik yang minim, tak lebih dari 100 orang. Mereka terdiri dari pegawai negeri yang diangkat oleh KPK dan yang diperbantukan dari Kejaksaan dan Kepolisian.
Di satu sisi, mencuat wacana KPK menjadi lembaga tunggal sebagai pemberantas tikus-tikus koruptor di Indonesia. Anggota Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho mengungkapkan pihaknya tengah mengkaji opsi yang diusulkan oleh pegiat antikorupsi ini. Agus menyambut baik wacana tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut paparan Agus soal tak-tik lawan koruptor dan pandangannya soal hubungan KPK dengan dua lembaga penegak hukum lain.
Fungsi KPK dibanding dua penegak hukum lain?
Kalau lihat undang-undang dan sejarahnya, karena kegeraman kita yang hampir runtuh sebagai negara. Ingat dulu Indonesia pernah GDP (Gross Domestic Product) turun lebih dari 60 persen, misalnya pendapatan harusnya US$1.400 turun menjadi US$800? Indoensia utang banyak sampai Rp600 triliun karena krisis perbankan. Itu kan sebetulnya akibat pemerintah yang pada waktu itu korupsi. Ada korupsi yang subur.
Ada KPK karena lembaga penegak hukum yang belum efektif. Memang di undang-undang KPK difungsikan sebagai coordinator, supervisor, trigger mechanism. Itu kami perankan itu. Walaupun, Pak Jaksa Agung Prasetyo pada waktu kami berkunjung mengatakan, 'Bapak ketika tipikor (tindak pidana korupsi) di depan, kami di belakangnya'.
Fungsi tipikor dan korodinator, sebaiknya jangan menginjak kakinya saudara tua. Kita tahu keduanya sudah ada sejak republik ini berdiri. Kalau kami koordinasikan, mensupervisi, sebaiknya dalam hubungan yang harmonis jangan seperti atasan dan bawahan tapi kerja sama lebih baik.
Bagaimana jika KPK diusulkan sebagai lembaga tunggal pemberantas korupsi?Saya malah baru dengar. Ya itu artinya kalau mau diwujudkan, harus ada pencabutan kewenangan menyelidiki, menyidik, dan menuntut tindak pidana korupsi di dua institusi. Artinya resources dialokasikan ke KPK kalau diwujudkan. Dalam hal soliditas itu lebih baik, tapi kan biasanya selalu dari pengalaman, misal narkotika ada BNN (Badan Narkotika Nasional), yang di Kepolisian juga tidak hilang. Saya tidak menyebut jelek tapi kadang terjadi persaingan. Apakah kemudian mampu menghilangkan tipikor tidak di Polri dan Kejaksaan? Ya nanti bisa didiskusikan lebih mendalam. Kalau untuk soliditas mungkin lebih baik. Tapi harus menambah resoruces KPK yang besar untuk mewujudkan ide supaya pencegahan, penindakan, dan pemberantasan korupsi di negara ini ke arah lebih baik. Itu ide yang baik. Pembenahan undang-undnag juga harus disesuaikan kalau arahnya ke sana.
Korupsi menggurita, mampu menangani jika nanti lembaga tunggal?Kalau skenarionya Polri, Kejaksaan, dan Polri menangani tipikor maka ada kerja sama. Tapi sebetulnya kekuatan yang terbesar ada di masyarakat. Kalau misal nanti ada satu (lembaga), ya masyarakatnya digerakkan untuk mendukung yang satu ini. Bagaimana masyarakat berpartisipasi? Yang simpel adalah kalau pelayanan hari ini kan kita hanya menerima tapi tidak ada peluang untuk memberi masukan, mengkritik, nah itu harus dibudayakan bahwa itu dimungkinkan di waktu yang akan datang. Whistle blowing juga dibuat di setiap layanan. Kalau ada peniup peluit seperti itu kan biasanya orang juga jadi segan.
Bagaimana komitmen Bapak untuk mengusut kasus besar seperti BLBI dan Century?Kami evaluasi dan lihat satu-satu ada sekitar 49 kasus yang sudah ada tersangkanya. Yang sudah ini mana yang terlalu lama dipercepat. Mudah-mudahan 2016 yang 49 berjalan semua. Tapi juga ada kasus besar yang tersangka belum ada dan orang masih menunggu. Ini kami juga akan mempelajari. Artinya belum melangkah ke penyidikan dan masih di penyelidikan. Itu harus diintesfikan penyelidikannya. Nanti pada waktunya kami declare apakah mungkin dinaikkan ke tingkat penyidikan atau tidak. Karena begitu ada tersangka kan sudah masuk ke penyidikan.
Dalam memberantas korupsi, takut menyeret nama besar di republik ini?Yang kami harapkan nama besar terutama presiden memberi contoh, memberi teladan, dan arahan yang betul. Secara pribadi saya ingin menjaga pilar itu. presiden itu ya harus dijaga dan diingatkan. Di mana pun, jarang merendahkan. Presiden Clinton juga pernah main cewek kan di hatespeech begitu saja, jadi mari kita ya itu. Tapi harapan saya kalau presiden ya fungsinya memberi teladan.
Kalau menteri, Anda tahu KPK tidak takut, ada beberapa yang sudah tertangkap. Harapannya menteri jadi hulu balang presiden untuk memberikan keteladanan. Tapi kalau tidak berperan baik, kalau mereka tetap melakukan hal tercela apalagi terkait kerugian negara, KPK tidak ragu-ragu karena pengalamannya juga sudah banyak.
Kalau kerabat atau orang dekat di Istana, berani menyeret?Kalau kerabat ya sesuatu yang harus ditegakkan tapi dasarnya harus fakta yang kuat dan data yang akurat.
(obs)