Jakarta, CNN Indonesia -- Di usia senjanya, Agus Rahardjo justru tak hanya ingin duduk di kursi sembari membaca koran saban hari. Pria kelahiran Magetan 60 tahun lalu ini terpanggil untuk mengabdi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tak berselang lama sejak pensiun dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) pada Juli 2015, Agus dua kali dihubungi oleh panita seleksi pimpinan komisi antirasuah jilid IV. Pria yang gemar berkebun ini dirajuk untuk mengikuti seleksi sang 'manusia setengah dewa' di lembaga antirasuah.
Agus merasa terpanggil. Sudah lama ia mengagumi KPK namun hanya bisa melihat dari kaca gedung Wisma Bakrie yang berlokasi tepat di seberang kantor lembaga antirasuah. Di tempat itulah ia mengabdi pada negeri untuk terakhir kali sebelum pensiun dari pegawai negeri.
Singkat cerita, berbulan-bulan Agus menjajal seleksi, dicecar aktor legislasi, hingga mengucap janji di depan orang nomor wahid di Indonesia. Untuk mengemban tugas ini, Agus pun berusaha menjadi orang yang bersih, meski hingga kini ia tak ingin dinilai sebagai manusia setengah dewa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepada reporter CNNIndonesia.com Aghnia Adzkia di kantornya di Kuningan, Jakarta, pada Kamis (28/1), Agus mengisahkan perjalanannya hingga duduk di tampuk lembaga antirasuah.
Sebelum jadi pimpinan, bagaimana Bapak melihat KPK?
Saya termasuk orang yang mengagumi KPK. Saya pernah ngantor di depan situ (seberang KPK) pada waktu transisi LKPP. Saya pernah memimpin LKPP yang diebntuk melalui Perpres Desember 2007 kemudian kami dilantik Mei 2008. Tiga bulan saya ngantor di Gedung Bakrie di depan KPK. Nah waktu teman-teman saya suruh rancang logo LKPP itu apa, sampai sebulan tidak keluar-keluar (ide), saya bilang, sudah logonya seperti KPK saja. Makanya kalau Anda lihat, logonya itu K nya itu merah seperti KPK.
Bagaimana perasaannya jadi "orang yang paling bersih"?Kalau bilang paling bersih tidak boleh. Tapi kami berusaha bersih dan menjaga amanah yang sudah diberikan dan diamanatkan negara dan rakyat. Mudah-mudahan saya dalam memimpin lembaga ini tetap bisa mempertahankan kepercayaan rakyat pada KPK karena itu penting sekali. Saya sudah bertekad dengan teman-teman pemimpin yang lain untuk meningkatkan prestasi KPK.
Merasa manusia setengah dewa?Tidak lah, saya manusia biasa saja. Cuma di sini norma dan etika sangat dikedepankan. Di sini kan teman-teman yang bertugas sebagai Pengawas Internal dimungkinkan mengawasi pimpinan dan semua pihak. Di sini integritas harus ditegakkan. Anda mungkin sudah mendengar, kalau teman-teman KPK ke daerah, tidak boleh dijemput instansi yang mengundang dan kami membiayai sendiri. Kemudian bahkan teman-teman yang "garis keras" pada waktu itu sampai makan dijamu tuan rumah saja tidak mau.
Prinsip-prinsip itu akan kami pegang. Lunak mungkin, sekarang peraturan etika berubah, memang kalau jamuan diberikan untuk semua dan bukan khusus untuk pimpinan, ya untuk menghormati tuan rumah ya kami ikut makan. tapi prinsip tidak dijemput. Misal contoh yang akan datang, saya pergi ke Yogyakarta, diundang forum rektor. Kejadiannya hari Jumat. Saya berpikir kan rumah saya Magetan, Sabtunya saya ingin ke Magetan. Konsekuensinya baliknya ke Jakarta ini saya tidak memakai tiketnya KPK dan saya bayar sendiri. Prinsip-prinsip seperti itu kami tegakkan.
Bagaimana rasanya berkantor di gedung megah? Kantor ya..kalau LKPP memang karyawannya lebih sedikit. PNS sekitar 250 hingga 400, itu satu pertiganya KPK. Tapi kalau kantor, di sini 16 lantai. Kami di sana juga 10 lantai. Tidak beda jauh. Cuma kebanggannya kan memang ini sampai hari ini kami ingin mempertahankan dan mungkin memperbaiki, ini kan tempat yang rakyat sangat cintai dan rakyat percaya itu.
Hari pertama bekerja apa yang dilakukan dan ada momen kikuk?Saya sangat mengagumi teman-teman di KPK, tidak ada kesempatan kikuk. Begitu kami datang, dilantik, sore hari sudah serah terima dengan pejabat yang lama, besoknya sudah dihadapkan pada situasi kami harus mengenal KPK. Kemudian pimpinan yang lama diundang semua dari tiga jilid untuk mem-briefing kami. Ada tokoh-tokoh dari luar lintas agama, lintas keahlian, di bawa kesini untuk mem-brief kami sasaran-sasaran apa saja yang harus diperjuangkan dan apa yang harus dipertahankan. Tidak ada kesempatan kami untuk merenung karena masa transisi disiapkan dengan bagus selama tujuh atau delapan hari. Setelah itu padat. Belum tiga minggu sudah ada OTT (operasi tangkap tangan) baru.
Bapak cicak atau buaya?Dikotomi itu yang harus dihilangkan. Dari pengalaman KPK 2015 kemarin masa yang kurang menggembirakan. Itu yang senang koruptor karena waktu sebenarnya bisa kami manfaatkan untuk pemberantasan termasuk pencegahan dan penindakan korupsi. Sebaiknya ke depan, jika Tuhan mengizinkan, kami menyadari menindak dan mencegah korupsi tidak bisa sendirian. Perlu bantuan penegak hukum yang lain, Kepolisian dan Kejaksaan. Tapi yang lebih penting lagi perlu peran serta masyarakat yang lebih luas. Bayangkan kalau masyarakat bersama bergerak KPK, kami beri
tools, supaya masyarakat bisa mengawasi layanan pemerintah di sistem pendidikan, kesehatan, di sistem perizinan satu atap yang kebanyakan belum transparan, sistem perizinan tambang, yang ternyata masih banyak hal perlu diperbaiki. Kalau itu diawasi dan dibuat transparan kan berperan besar di dalam membawa bangsa dan negara ke arah lebih baik.
(obs)