Jakarta, CNN Indonesia -- Politikus Senior Golkar Fahmi Idris menyambangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jakarta, Jumat (5/2). Ia bersama sejumlah tokoh lainnya mempertanyakan sejumlah kasus besar yang diusut lembaga antirasuah.
Beberapa kasus besar yang dipertanyakan antara lain, penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), kasus korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal, serta penyelidikan dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras yang belakangan menyinggung nama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Kami mempertanyakan beberapa hal kasus besar yang mangkrak seperti Century, BLBI, dan kasus Ahok, kemudian masalah hukum," kata Fahmi di Kantor KPK, Jakarta.
Fahmi mengajak politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Taliwang, Direktur Sabang Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan, adik Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid, Lily Wahid, politikus Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Jaffar, dan belasan orang lainnya. Mereka berbondong-bondong menemui pihak KPK untuk mendesak pengusutan tiga kasus ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Kami yakin (kasus besar) akan dilanjutkan. Supaya dipercepat begitu ya, dipercepat dan tidak menjadi mangkrak lama agar tidak menimbulkan tanda tanya bagi publik begitu, dilaksanakan atau tidak," ujarnya.
Dalam kasus BLBI, salah satu penerima Surat Keterangan Lunas (SKL) adalah Dirut Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim. BDNI yang mempunyai utang sekitar Rp 30 triliun tiba-tiba diberi SKL oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Pemberian SKL dilakukan sebelum ada Instruksi Presiden kala itu, yakni Megawati Soekarnoputri. Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.
Selain itu, ada kasus korusi pemberian FJPJ dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal. Dalam putusan kasasi, Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya terbukti korupsi.
Budi termasuk orang yang menyetujui PT Bank Century menerima pemberian FPJP dan ditetapkan sebagai bank gagal. Alhasil, negara merugi senilai Rp 8,012 triliun sejak penyetoran PMS (Penyertaan Modal Sementara) pada 24 November 2008 hingga Desember 2013.
Namun, beberapa waktu lalu Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menjelaskan pihaknya tengah mengkaji salinan putusan Century untuk mengembangkan ke pihak lain. "Karena masih banyak kasus belum digelar di pmpinan, nanti akan kami pelajari dulu," kata La Ode, (3/2).
Sementara itu, untuk kasus yang menyeret nama Ahok masih dalam tahap penyelidikan. Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati ketika dikonfirmasi menjelaskan, timnya tengah mengumpulkan sejumlah keterangan terkait dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras di Jakarta.
"Masih pengumpulan bahan keterangan. Belum selesai prosesnya jadi masih dicari lagi (dokumen dan keterangan lain)," kata Yuyuk, Jumat (5/2).
Dalam laporan investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), auditor menemukan penyelewengan pembelian lahan untuk pembangunan rumah sakit pelat merah seluas 3,7 hektar. BPK menemukan perbedaan harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pada lahan di sekitar RS Sumber Waras yakni di Jalan Tomang Raya dengan lahan rumah sakit itu sendiri di Jalan Kyai Tapa. BPK menaksir kerugian negara sebanyak Rp 191 miliar.
Dalam laporannya, BPK meminta Ahok untuk membatalkan pembelian. Ahok juga direkomendasikan meminta pertanggungjawaban Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) agar menyerahkan lokasi fisik tanah di Jalan Kyai Tapa. Tak mengindahkan rekomendasi tersebut, Ahok justru ngotot membeli lahan pembangunan RS Sumber Waras.
(gil)