Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Gatot Rianto menyebut ada peran tentara dalam pengusiran jemaat Ahmadiyah di Srimenanti, Sungailiat, Kabupaten Bangka. Menurutnya, Komandan Distrik Militer (Dandim) setempat proaktif mengingatkan jemaat Ahmadiyah untuk meninggalkan wilayah Bangka.
Dandim, kata Gatot, meminta agar jemaat Ahmadiyah menghentikan kegiatannya di Bangka dan mengevakuasi diri ke tempat yang telah disediakan, yaitu di sebuah lahan pertanian. Padahal sebagai aparatur negara, tak semestinya TNI melakukan hal seperti itu.
"Informasi yang kami terima bahwa Dandim setempat justru yang proaktif mengingatkan jemaat Ahmadiyah agar segera meninggalkan Bangka," kata Gatot saat konferensi pers di kantor YLBHI, Jakarta, Jumat (5/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
TNI, kata Gatot, seharusnya ikut memastikan bahwa kewajiban negara adalah melindungi setiap warga negaranya, tak terkecuali jemaat Ahmadiyah. Idealnya menurut Gatot, jajaran TNI, Polri, dan pemerintah sipil memberikan pengayoman terhadap warga negara.
"Saya kira ini satu hal yang mengkhawatirkan kalau ada unsur TNI di sana. Tugas utama TNI bukan untuk itu. Ini jelas mengindikasikan bahwa Dandim telah melakukan tindakan yang menyimpang," ujar Gatot.
Atas tindakan itu, pihaknya meminta Paglima TNI menindak tegas Dandim setempat yang diduga terlibat melarang kegiatan Ahmadiyah dan meminta mereka meninggalkan tempat tinggalnya di Bangka.
Selama ini, menurut Gatot, jemaat Ahmadiyah di Bangka tidak pernah melakukan hal yang menyimpang. Mereka tidak pernah memancing keributan dan tidak merespons konflik dengan cara-cara kekerasan.
"Prinsip ini yang harus dipahami oleh Pemda bagaimana penanganan masalah ini bisa diselesaikan dengan lebih baik tidak menggunakan cara-cara kekerasan, indoktrinasi, dan seterusnya," katanya.
YLBHI juga meminta kepada Presiden Joko Widodo mengambil tindakan tegas kepada Bupati Bangka Tarmidzi H Saat atas pegusiran yang dilakukan.
Kepala Bidang Isu Kelompok Minoritas dan Rentan LBH Jakarta, Pratiwi Febry mengatakan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) cabang Bangka resmi berdiri pada 1989. Sejak itu anggota JAI tidak pernah menimbulkan konflik di tengah masyarakat. JAI Bangka bahkan dipimpin oleh penduduk asli setempat.
"Bahkan setelah 2004 saat terjadi pembakaran masjid jemaat Ahmadiyah di Bangka atas perintah Tarmidzi yang waktu itu menduduki jabatan Sekretaris Daerah Kabupaten Bangka, anggota JAI Bangka tidak pernah melakukan tindakan balasan apapun. Mereka tetap hidup berdampingan dengan masyarakat setempat," kata Pratiwi.
Dia menilai peristiwa pengusiran kali ini dikendalikan kelompok intoleran yang berhasil menggunakan tangan negara untuk melegitimasi tindakan mereka. Surat keputusan Bupati Bangka dan Peraturan Bupati Bangka mengenai JAI digunakan untuk membenarkan pengusiran tersebut.
"Ada pihak di luar yang mencoba memakai tangan pemerintah, dan Bupati justru menjadi pelaku pengusiran," kata Pratiwi.
Sementara, pegiat Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika, Nia Sjariffudin menilai pentingnya investigasi dalam kasus pengusiran tersebut. Pasalnya ada beberapa ormas yang ikut berperan dalam proses pengusiran Ahmadiyah di Bangka.
"Saya melihat ada beberapa ormas yang ternyata berada di belakang ancaman itu, seperti HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Kita tahu seperti apa HTI itu," kata Nia pada kesempatan yang sama.
Dia menyayangkan sikap pemerintah dalam menangani sejumlah organisasi yang dianggap bermasalah. Menurutnya, pemerintah harus tegas menindak ormas yang dapat mengancam persatuan dan keutuhan bernegara.
"Ada ketimpangan dan ketidaktegasan pemerintah di dalam penanganan ormas-ormas yang bermasalah itu. Saya khawatir kalau ini dibiarkan lama-lama kita akan seperti Suriah, jika didengar dari ceritanya dimulai dari hal-hal seperti ini," kata Nia.
Juru bicara Pengurus Besar JAI Yendra Budiana mengatakan, JAI di Bangka terpaksa harus pergi dari tempat tinggal mereka pada hari Jumat (5/2). Dia mengatakan, akibat paksaan dan tekanan Dandim serta Kapolres setempat, akhirnya mubalig wilayah Syafei Ahmad, kaum perempuan dan anak-anak dipindah keluar dari wilayah Bangka.
Sementara jemaat laki-laki Ahmadiyah masih bertekad untuk bertahan di tempat tinggalnya masing-masing dan rumah misi Ahmadiyah di Srimenanti, Bangka.
"Dandim paling aktif menekan warga jemaat Ahmadiyah untuk angkat kaki. Artinya TNI telah melampaui kewenangannya. Maka penting bagi Panglima TNI mengevaluasi dan menindak bawahannya yang menyalahi fungsi dan tugas TNI," kata Yendra.
Selama ini terdapat 20 warga Ahmadiyah yang tinggal di Srimenanti. Sejak pertemuan dengan Bupati pada 14 Desember tahun lalu, mereka hidup dalam ancaman pengusiran. Yendra khawatir pengusiran serupa juga dilakukan terhadap 62 orang warga Ahmadiyah yang tinggal di Bangka.
"Itu pasti akan merembet ke daerah yang lain karena sebelumnya sudah dilakukan proses intimidasi terhadap JAI untuk diminta keluar dari Bangka secara keseluruhan," ujarnya.
Sebelum pengusiran, tambah Yendra, pengikut Ahmadiyah mendapat berbagai intimidasi. Selain diancam diusir dari tempat tinggalnya, mereka juga menerima ancaman kekerasan, ancaman terhadap anak, serta pelemparan ke rumah-rumah warga Ahmadiyah.
(sur)