Pembahasan RUU KPK Dinilai Akan Liar di DPR

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Sabtu, 06 Feb 2016 13:45 WIB
Tidak ada jaminan hanya empat poin yang akan direvisi dari UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Alumni lintas perguruan tinggi yang tergabung dalam Gerakan Anti Korupsi (GAK) melakukan aksi penolakan pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) KPK, di dean gedung KPK, 9 Oktober 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas mengatakan nantinya tidak ada jaminan hanya empat poin yang akan direvisi dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Empat poin yang telah disepakat DPR untuk direvisi adalah pembentukan dewan pengawas KPK, kewenangan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), ditariknya kewenangan KPK dalam mengangkat penyelidik, penyidik dan penuntut umum independen dan penyadapan.

Wacana revisi UU KPK di DPR diusulkan dari 45 anggota dewan dan enam fraksi, yakni PDI Perjuangan (15), Partai NasDem (12), Partai Golkar (9), Partai Persatuan Pembangunan (4), Partai Hanura (3) dan Partai Kebangkitan Bangsa (2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"DPR ini lembaga politik. Kami (Gerindra) khawatir kalau direvisi tidak ada jaminan tidak akan merembet kemana-mana," ujar Supratman Andi Agtas di diskusi "Senjakala KPK", Jakarta, Sabtu (6/2).

Liarnya pembahasan di DPR juga diakui Mantan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi Abdullah Hehamahua. Dia berpendapat masih adanya kemungkinan DPR akan merevisi hal-hal di luar empat poin yang telah disepakati.

"Momentumnya tak tepat, alasannya karena di DPR itu bola liar. Itu bisa kemana-mana," ujar Abdullah Hehamahua.

Dia pun memberikan contoh mengenai pembubaran Komisi Pengawas Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), yang merupakan lembaga pemberantasan korupsi sebelum KPK. Mantan Wakil Ketua KPKPN ini mengatakan, tidak tercantum sebelumnya dalam draft pembentukan KPK, tentang pembubaran KPKPN.

"Tapi sampai di DPR, itu jadi bola liar dan kemudian KPKPN dibubarkan," tuturnya.

Menurutnya, apabila DPR dan pemerintah fokus menguatkan KPK, mereka dapat terlebih dahulu menyelesaikan pembahasan atas Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai dasar UU di Indonesia. Dia menilai akan terjadi tumpang-tindih apabila UU KPK direvisi saat ini, sementara KUHP baru selesai dibahas dua atau tiga tahun mendatang.

Selain itu, dia juga meminta agar DPR menyelesaikan pembahasan atas Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hal itu berkaitan dengan poin diberikannya kewenangan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan ditariknya kewenangan KPK mengangkat penyelidik dan penyidik independen.

"Jadi kalau sudah jelas (KUHP dan KUHAP) baru di-break down ke bawah, termasuk UU KPK," katanya. (les/les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER