Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi Abdullah Hehamahua mengatakan dirinya akan berada paling depan meminta agar Presiden Joko Widodo tak lagi dipilih pada pemilihan presiden (Pilpres) 2019. Hal itu akan dilakukannya apabila Jokowi tidak mengamanatkan jajarannya untuk menarik diri dari pembahasan revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia berharap Presiden Jokowi mengeluarkan surat ke DPR sebagai bentuk penarikan diri pemerintah dari pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebab, revisi UU KPK dinilai akan melemahkan kinerja lembaga antirasuah tersebut.
"Kalau presiden menerbitkan surat ke DPR, pemerintah menarik diri maka Jokowi bisa berpolitik di 2019. Kalau tidak, saya orang pertama yang akan mengkampanyekan supaya Jokowi tidak terpilih lagi sebagai presiden," kata Abdullah Hehamahua di diskusi "Senjakala KPK", Jakarta, Sabtu (6/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Undang-undang merupakan hasil kerja sama DPR bersama pemerintah. Meski hasil akhirnya akan diputuskan di rapat paripurna DPR, undang-undang tidak akan disahkan tanpa adanya persetujuan dari pemerintah.
DPR dan pemerintah menyepakati akan merevisi terbatas UU KPK. Empat poin yang nantinya akan direvisi adalah pembentukan dewan pengawas KPK, kewenangan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), ditariknya kewenangan KPK dalam mengangkat penyelidik, penyidik dan penuntut umum independen dan penyadapan.
Wakil Ketua KPK La Ode Muhammad Syarif pun mengatakan 90 persen dari poin yang akan direvisi nantinya malah akan melemahkan lembaga antirasuah. Ketua KPK Agus Rahardjo pun berpendapat UU KPK sekarang masih mendukung kinerja jajarannya.
Tidak ada satu pun pimpinan KPK yang hadir dalam rapat dengar pendapat umum Badan Legislasi DPR pada Kamis (4/2) lalu. Pelaksana Harian Kepala Biro Humas Yuyuk Andriati menuturkan ketidakhadiran komisioner KPK tersebut sebagai bentuk penolakan atas rencana revisi UU tersebut.
Abdullah Hehamahua turut menyoroti pembentukan Dewan Pengawas KPK. Merujuk pada Pasal 37C draf revisi, Dewan Pengawas nantinya berasal terdiri dari lima orang yang tidak memiliki latar belakang politik. Mereka akan dipilih dan diangkat oleh Presiden Republik Indonesia.
"Ini bahaya, kan intervensi KPK. Padahal KPK didirikan independen bebas dari kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif dan partai politik mana pun," katanya.
Menurutnya, Dewan Pengawas harusnya dibentuk oleh pansel buatan KPK, seperti pembentukan penasehat. Hal serupa disampaikan Politikus Partai Gerindra Supratman Andi Agtas. Dewan Pengawas KPK dikhawatirkan akan menjadi alat politik penguasa.
"Ini sangat berbahaya, bisa dijadikan untuk memborbardir lawan politiknya. Ini harus dilawan," ujar Supratman.
Daripada merevisi UU KPK, Ketua Badan Legislasi DPR ini mengimbau agar KPK meningkatkan kajian sistem pendanaan partai politik. Sehingga, KPK nantinya dapat mengeluarkan rekomendasi dan meminimalisir perilaku korup di lembaga partai politik.
(bag)