-- Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) mengeluhkan banyaknya hambatan terkait persoalan kependudukan yang dialami jamaah Ahmadiyah di Desa Manislor, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, hingga saat ini.
Menurut juru bicara JAI Yendra Budiana, hingga saat ini ribuan jamaah Ahmadiyah di Manislor belum juga menerima Kartu Tanda Penduduk dari Kelurahan setempat. Padahal, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kuningan telah menerbitkan Kartu Keluarga para warga Ahmadiyah sejak beberapa tahun lalu.
"KTP tidak diterbitkan, Dinas Dukcapil sudah keluarkan KK, mereka menyarankan pihak kelurahan untuk mengeluarkan KTP, tapi ternyata tidak bisa dikeluarkan. Lurahnya bingung karena ada tekanan dari kelompok masyarakat," kata Yendra di kawasan Petojo, Jakarta, Senin (8/2).
Masalah tidak terbitnya KTP Jamaah Ahmadiyah pada akhirnya meluas belakangan ini. Ahmadiyah dianggap melanggar Surat Keputusan Bersama 3 Menteri tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus JAI dan Warga Masyarakat oleh beberapa ormas.
Karena dianggap melanggar SKB 3 Menteri, beberapa ormas pun mulai kembali menekan para jamaah Ahmadiyah di beberapa daerah. Para pengikut Ahmadiyah ditekan untuk keluar dari beberapa daerah. Pelarangan aktivitas organisasi tersebut juga dilarang di beberapa daerah di dalam dan luar Pulau Jawa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tekanan terhadap Ahmadiyah pasca kejadian Bangka terjadi di beberapa daerah seperti Tulungagung, Subang, Arjasari Bandung, Riau. Itu hampir sama, pelakunya melibatkan Pemerintah Daerah," katanya.
Tak Bisa Menikah
Karena tidak memiliki KTP, ribuan warga di Manislor juga dilaporkan tak bisa menyelenggarakan pernikahan. Yendra mengatakan, masalah tersebut telah dialami jemaat Ahmadiyah di Manislor sejak 2010 silam.
"Kita tidak bisa menikah di sana, ada sekitar 5ribu orang pengikut Ahmadiyah di sana. (Tidak bisa menikah) karena Pemerintah tidak memberikan buku catatan pernikahan. Akhirnya kami terpaksa menikah di tempat lain," ujarnya.
Untuk dapat menikah secara resmi, beberapa warga Ahmadiyah pun memilih untuk pindah ke daerah lain. Yendra berkata, jemaat Ahmadiyah lebih memilih pindah ke daerah lain dibanding harus menikah secara siri, yang berarti tidak diakui oleh negara.
"Ahmadiyah itu hanya fokus pada urusan keagamaan. Kami hanya ingin memastikan bahwa negara berkewajiban untuk memenuhi kewajibannya. Kami meminta hak kami sebagaimana layaknya warga negara yang sama di mata hukum yaitu tempat tinggal dan KTP," katanya.