'Revisi UU KPK Kemunduran Pemberantasan Korupsi Lingkungan'

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Rabu, 17 Feb 2016 03:49 WIB
Sejak 2010 KPK sekuat hati melakukan pencegahan dan penindakan korupsi dalam sektor pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA).
Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi melakukan aksi damai membunyikan kentungan sebagai tanda bahaya revisi UU KPK di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 16 Februari 2016. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penggiat lingkungan hidup dan anti korupsi menilai revisi Undang-Undang KPK akan menjadi titik mundur upaya penindakan korupsi di sektor sumber daya alam dan lingkungan. Padahal, pencegahan dan penindakan korupsi di sektor SDA menjadi komitmen KPK.

Jalal, pakar bidang tata kelola perusahaan dan ekologi politik dari Thamrin School, mengatakan sejak 2010 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekuat hati melakukan pencegahan dan penindakan korupsi dalam sektor pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA).

"Berdasarkan kajian KPK terdapat 17 titik kelemahan korupsi dalam tata kehutanan,"ujar Jalal di Kantor DPP Muhammadiyah, Selasa (16/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari kajian tersebut, ujarnya, KPK lantas menindaklanjuti dengan penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama antara KPK dan UKP2 bersama dengan 12 kementerian atau lembaga terkait dengan percepatan pengukuhan kawasan hutan.

"Lalu setelah itu, pada 2015, terdapat gerakan nasional penyelamatan SDA. Namun, pada 2016 ini justru sangat drastis. KPK dibunuh perlahan-lahan," ujarnya.

Jalal menilai jika upaya pelemahan KPK ini terus dibiarkan maka akan berakibat perusakan terhadap pengelolaan sumber daya alam.

Pengaruh rusaknya SDA Indonesia akan memiliki implikasi besar atas kondisi lingkungan global. Padahal, ujarnya, Indonesia telah berkomitmen untuk melakukan penurunan emisi nasional. Untuk mencapai komitmen tersebut, dia mengatakan kehadiran KPK yang kuat diperlukan untuk menciptakan pengelolaan lingkungan yang akuntabel.

"Kalau memang kerawanan ini benar, tolong pihak Istana harus tegas menolak revisi UU KPK. Istana harus segera memberikan pernyataan," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safaruddin (Puput) mengatakan pelemahan atas UU KPK bermula dari kegamangan Jokowi atas rendahnya serapan anggaran pemerintah.

"Ada rumor beredar bahwa rendahnya serapan anggaran karena ketatnya UU anti korupsi. Inilah cikal bakal upaya melemahkan KPK," ujarnya.

Puput mengatakan upaya pelemahan KPK bisa membuka peluang terjadinya praktik korupsi besar-besaran di bidang SDA. Sebabnya, dalam masa-masa ketika KPK masih berjaya, dia melihat masih banyak kasus korupsi SDA yang tidak terselesaikan.

Salah satunya, ujar Puput, adalah pemberian penghargaan Proper Biru kepada salah satu perusahaan yang diduga melakukan pencemaran yang diresahkan masyarakat.

"Bisa mendapat penghargaan, berarti ada transaksi (suap) yang terjadi di sini. Kasus ini saja tidak tertangani apalagi kasus besar lingkungan lainnya yang butuh tangan KPK jika revisi UU KPK diteruskan," ujar Puput.

Hingga kini, DPR masih terus melakukan pembahasan mengenai revisi atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Rapat pembahasan masih terus berlangsung dan akan menuju sidang paripurna pada Kamis (18/2) pekan ini.

Dari 10 fraksi yang ada, sebanyak tujuh fraksi mendukung revisi RUU KPK di antaranya PDIP, Demokrat, PAN, NasDem, PPP, Hanura, PKB, dan Golkar. Adapun tiga fraksi yang menolak pembahasan lebih lanjut mengenai revisi UU KPK adalah Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER