Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan teroris Ali Fauzi Manzi mengatakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) belum memberikan solusi yang tepat atas pemberantasan aksi terorisme dan radikalisme di Indonesia.
"Kalau radikalisme dianggap sebagai virus tentu obatnya harus tepat. Orang masuk kelompok teroris itu bukan
single factor," kata Ali saat diskusi Membedah Pola Gerakan Radikal di Gedung LIPI, Jakarta, Kamis (18/2).
Dia mengatakan, sekitar 90 persen orang yang masuk kelompok teroris dilatarbelakangi faktor perkawanan atau persahabatan. Sementara persamaan ideologi dan persoalan ekonomi hanya menjadi faktor sampingan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk mengentaskan mereka tentu pilnya harus tepat. Ini menjadi PR kita bersama, pemerintah dan BNPT," kata pria yang pernah bergabung dengan Jemaah Islamiyah ini.
Adik kandung pelaku Tragedi Bom Bali Amrozi dan Ali Imron ini juga mengkritisi lembaga pemasyarakatan di Indonesia. Dia mengatakan, pusat ekstremisme di Indonesia berada di lapas.
Menurutnya, lapas di Indonesia tidak serius membina para tahanan terorisme. Banyak narapidana kasus terorisme kembali melakukan aksinya begitu keluar dari penjara. Dia mencontohkan Afif yang melakukan serangan di Thamrin bulan lalu.
"Di lapas penyakitnya kambuh. Radikalisasi itu ada di lapas, karena lapas Indonesia kurang tepat untuk memenjarakan mereka. Ini main-main.
Kalau kita serius tentu lapasnya harus dibedakan dengan kriminal lain," ujar mantan anggota teroris dari kelompok Moro Islamic Liberation Front (MILF).
Ali mengatakan, selama ini pemerintah gencar mengampanyekan pemberangusan terorisme. Terorisme dianggap sebagai kejahatan luar biasa.
Namun menurut Ali, hal itu berbanding terbalik dengan kondisi lapas untuk para pelaku terorisme. Mereka dikurung bersama pelaku kriminal lainnya di luar terorisme. Proses pengkaderan pun dilakukan oleh para teroris kepada narapidana kasus kriminal di dalam lapas.
"Tentu di dalam ada pembinaan, transformasi ilmu dilakukan di dalam (lapas). Penjara merupakan lahan untuk menaikkan kasta," ujar pria yang kini aktif memerangi terorisme di sejumlah sekolah dan kampus.
Dia menyebut pelaku penembakan polisi di Bima merupakan hasil dari pembinaan di dalam lapas. Pelaku kriminal biasa dilatih di dalam penjara, katanya.
(bag)