Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meminta masyarakat berhati-hati dalam memilih dan mengonsumsi obat. Banyak modus yang digunakan untuk memasarkan obat palsu, di antaranya dengan mengubah tanggal kadaluarsa.
"Modusnya mulai dari mengubah kadaluarsa dari dua tahun menjadi empat tahun. Adapula dengan meniru barcode atau kode batang dan bahkan hologram kemasan,” kata Bahdar, Kamis (18/2/2016).
Menurut Bahdar, pada 2015, BPOM mengusut ratusan kasus obat palsu palsu dan obat ilegal dari berbagai daerah di Indonesia dengan nilai total mencapai Rp2,9 miliar. BPOM menemukan obat palsu yang masuk ke Indonesia diproduksi dari India dan Cina.
Bahdar mengungkapkan, obat-obatan yang dipalsukan itu mencakup seluruh jenis. Mulai dari obat, kosmetik, obat tradisional dan juga pangan. Namun dia mengatakan, hal itu berdasarkan sampling pihaknya yang tidak mewakili seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu dari hasil yang kami sampling," katanya.
Sementara itu, Ketua Komite Nasional Kajian Obat dan Pengobatan Komplementer PB IDI Masfar Salim menyarankan, agar masyarakat membeli obat di apotik. Itu juga harus sudah melalui resep yang diberikan oleh dokter.
Hal itu dilakukan agar seluruh masyarakat terhindar dari mengkonsumsi obat-obatan palsu. Publik kata dia juga harus mencermati tanggal kadaluarsa obat yang tercantum dalam kemasan. Pasalnya, dampak menggunakan obat-obatan palsu dapat menyebabkan kematian.
"Banyak dampaknya misal alergi, kegagalan terapi, resistensi obat, kerugian ekonomi, penyakit semakin parah bakhan hingga kematian," kata Masfar ditempat yang sama.
Ketua Umum International Pharmaceutical Manufactures Group (IMPG) Luthfi Mardiansyah mengatakan, harga obat murah, belum tentu membuat biaya pengobatan menjadi murah. Publik kata dia, juga harus mewaspadai harga obat yang lebih murah dari harga aslinya.
"Obat yang mahal dan obat yang paling laku. Itu yang biasa dipalsukan. Kandang masyarakat lebih memilih obat yang harganya jauh lebih murah padahal itu berbahaya," kata Lutfi.
Dari banyak kasus yang diusut BPOM, lebih dari 50 persen obat palsu tersebut diedarkan melalui situs online. BPOM juga telah melakukan kerjasama dengan Kemenkominfo guna menindak dan menutup situs-situs penjualan obat ilegal online. Sekitar 10.603 situs di seluruh duniapun telah diblokir karena menjual obat palsu pada tahun 2014.
Persoalan obat palsu ini, kata Bahdar, bukan hanya menjadi masalah di Indonesia, obat-obatan tersebut juga telah menjadi masalah dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 16 persen dari obat palsu mengandung bahan yang salah. Sedangkan 17 persen diantaranya memiliki tingkat kandungan yang salah.
(yul)