Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian telah mengantongi dua nama untuk ditetapkan sebagai tersangka pekan depan dalam perkara peresmian kantor
United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) atau Gerakan Pembebasan Papua di Wamena, Jayawijaya, 15 Februari.
“Kami sudah memeriksa lima saksi, dan dua di antaranya ialah calon tersangka. Minggu depan kami gelar perkara dan penetapan tersangka,” kata Kapolres Jayawijaya, AKBP Semmy Ronny Thaba, kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (27/2).
Salah satu saksi yang telah diperiksa ialah pastor sekaligus aktivis hak asasi manusia, John Jonga. Dalam pemeriksaan oleh penyidik Reserse Kriminal Polres Jayawijaya, John menolak dikaitkan dengan Gerakan Pembebasan Papua, sebab dia datang sebatas sebagai tamu undangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada dua penyidik yang memeriksa saya waktu itu. Saya mendapat 55 pertanyaan selama empat jam 15 menit," kata John. Menurutnya, sebagian besar pertanyaan terfokus pada organisasi Gerakan Pembebasan Papua.
John merupakan salah seorang yang menyaksikan pemasangan plang kantor Gerakan Pembebasan Papua. Peraih penghargaan HAM Yap Thiam Hien Award 2009 itu hadir sebagai pastor yang memberkati peresmian Kantor Dewan Adat Lapago Jayawijaya.
Namun saat tiba di lokasi acara, John melihat dua plang di lokasi pemberkatan. Satu plang Kantor Dewan Adat, dan satu lagi plang kantor Gerakan Pembebasan Papua.
Gerakan Pembebasan Papua saat ini tengah menggalang dukungan dari negara-negara Pasifik Selatan yang tergabung dalam Melanesian Spearhead Group (MSG). Kesamaan ras rakyat Papua dengan masyarakat Melanesia menjadi “senjata”.
Di dua negara Melanesia, Vanuatu dan Solomon, kantor Gerakan Pembebasan Papua telah berdiri lebih dulu. Kantor pusat organisasi bahkan berlokasi di Solomon. Gerakan Pembebasan Papua ingin agar rakyat Papua menentukan nasib sendiri.
Seputar organisasi itulah yang dicari tahu Polres Jayawijaya dari John. "Saya menjawab tidak tahu tentang ULMWP tapi mereka menggiring saya ke sana. Soal kapan didirikan, visi misinya, tujuan, bagaimana struktur organisasinya, dan siapa pemimpinnya. Banyak sekali pertanyaan," kata John.
Pastor John sempat menolak memenuhi panggilan pertama polisi pada Kamis pekan lalu (18/2) karena saat itu masih belum didampingi pengacara. Selain itu, menurutnya, kala itu Kepolisian belum memberikan surat tembusan panggilan pemeriksaan ke gereja tempatnya bertugas.
"Pada panggilan kedua akhirnya saya datang karena mereka sudah berikan tembusan ke gereja. Tambahan, saya juga sudah ditemani oleh kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Papua dan Aliansi Demokrasi untuk Papua," kata John.
Selain soal Gerakan Pembebasan Papua, John ditanya pula mengenai keterlibatan orang-orang yang datang dari luar Wamena pada peresmian kantor UWLMP.
"Saya ditanyai apa jabatan mereka, tapi saya tidak tahu sama sekali karena baru ketemu hari itu juga," kata John.
Seperti ucapan Kapolres Jayawijaya, penyidik pun kepada John mengatakan sudah memiliki nama calon tersangka, namun belum bisa dipublikasikan karena polisi masih butuh detail informasi lengkap.
Total ada tujuh saksi yang diperiksa polisi. Selain John, dua orang lainnya adalah panitia acara peresmian, dan satu orang lagi dari Dewan Adat.
Juru Bicara Gerakan Pembebasan Papua Benny Wenda meminta pemerintah Indonesia tak bereaksi berlebihan atas peresmian kantor mereka di Wamena.
Meski demikian, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengirim sinyal keras bagi Gerakan Pembebasan Papua. Luhut meminta anggota organisasi itu untuk angkat kaki dari Indonesia.
(agk)