Guru Besar Minta DPR Tarik RUU KPK dari Prolegnas

Alfani Roosy Andinni | CNN Indonesia
Rabu, 02 Mar 2016 06:33 WIB
Langkah ini adalah salah satu bentuk kepedulian dari para guru besar agar KPK diperkuat untuk mencegah tindak pidana korupsi yang berbahaya.
Gerakan Anti Korupsi meneriakkan penolakan RUU KPK usulan DPR. (CNN Indonesia/Aghnia Adzkia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah Guru Besar dari berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia menyambangi DPR untuk meminta lembaga perwakilan rakyat itu menarik revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2016.

"Dalam poin-poin yang kami analisis, revisi UU KPK dapat berujung pelemahan," kata salah satu Perwakilan Guru Besar dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Asep Saefuddin di Gedung DPR RI kemarin.

Dia mengatakan, langkah ini adalah salah satu bentuk kepedulian dari para guru besar agar KPK diperkuat untuk mencegah tindak pidana korupsi yang berbahaya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, upaya melakukan revisi terhadap UU KPK pada saat ini adalah langkah yang tidak tepat. Hal itu didasarkan pada tiga alasan.

Alasan pertama adalah secara subtansi, Naskah revisi UU KPK yang ada, berpotensi menjadikan KPK sebagai lembaga yang tidak independen dan tidak efektif dalam memerangi korupsi di Indonesia.

Kemudian, alasan yang kedua jelas Asep berdasarkan sejumlah survei, kepercayaan publik terhadap KPK juga masih sangata tinggi dibandingkan dengan lembaga lain di Indonesia.

"Melemahkan KPK hanya akan mencederai kepercayaan publik dan menjadikan pihak yang ingin melemahkan sebagai musuh rakyat," kata Saefuddin.

Ketiga, lanjut dia, realitas praktik korupsi di Indonesia yang masih memprihatinkan dan Indonesia yang berada pada peringkat 86 dari 168 negara dalam daftar peringkat korupsi di dunia pada tahun 2015.

"Maka keberadaan lembaga antikorupsi seperti KPK harus tetap dipertahankan dan diperkuat. Bukan justru sebaliknya dilemahkan atau dibubarkan," ujarnya.

Dia mengungkapkan sebelumnya pihaknya juga telah bertemu dengan Kepala Staf Presiden (KSP) Teten Masduki. Kunjungan guru besar ke DPR merupakan kelanjutan dari pertemuan tersebut.

"Oleh karena itu kami mengirimkan surat ke pimpinan DPR supaya tidak ada revisi. Kalau ada gagasan mencabut dari Prolegnas kami mendukung cabut saja dari Prolegnas," kata Saefuddin.

Permintaan penarikan revisi UU KPK dari Prolegnas 2016 telah ditandatangani oleh 160 guru besar dari seluruh Indonesia baik dari Perguruan Tinggi Negeri maupun Perguruan Tinggi Swasta.

Namun hanya lima orang yang mewakili. Selain Saefuddin, ada pula Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada, Saldi Isra dari Universitas Andalas, Kholil dari IPB dan Gyatmi dari Universitas Sahid.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengapresiasi keinginan para guru besar tersebut. Dia mengatakan surat permintaan untuk menarik revisi UU KPK dari Prolegnas 2015 akan di bawa ke rapat pimpinan DPR bersama pimpinan fraksi dan pihak terkait di Badan Legislasi (Baleg).

Fadli mengakui revisi UU KPK masih menjadi perdebatan di ruang publik. Fadli mengatakan, dirinya adalah salah satu yang termasuk menilai bahwa revisi UU KPK memperlemah lembaga antirasuah itu.

"Terus terang di DPR sendiri tidak satu suara. Awalnya, ini dari pemerintah yang kemudian menjadi inisiatif DPR. Banyak pokok-pokok substansi dari pemerintah akhirnya benar DPR yang terkesan ngotot untuk merevisi UU KPK," kata Fadli.

Namun menurut Fadli jika revisi UU KPK ditarik dari Prolegnas 2016, harus ada proses persetujuan dari setiap fraksi.

"Saya tidak bisa berbicara karena ini hak masing-masing fraksi. Tapi saya akan menyampaikan agar ini bisa menjadi suatu pembahasan di forum terkait." (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER