Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengkonfirmasi penggeledahan yang dilakukan penyidik Bareskrim Polri di ruang kerjanya. Menurut Pras, penyidik mau mengambil komputer dan sejumlah berkas yang terkait kasus dugaan korupsi pengadaan alat
Uninterruptible Power Supply atau catu daya di Jakarta.
"Kebetulan di ruangan saya masih ada alat bukti komputer milik mantan Ketua DPRD DKI Ferial Sofyan," kata Pras saat ditemui di gedung DPRD DKI, Kamis (3/3).
Pras menjelaskan barang-barang seperti komputer dan berkas yang ada di ruangannya dan memiliki kaitan dengan kasus UPS terpaksa harus disita oleh penyidik Bareskrim. Dia pun mengaku tak masalah dengan penyitaan yang dilakukan oleh para penyidik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkas-berkas yang disita oleh penyidik, kata Pras, adalah berkas tentang penetapan persetujuan antara eksekutif dan legislatif. Saat itu, lanjutnya, kepemimpinan DPRD DKI tengah masuk masa transisi dari Ferial ke dirinya.
"Ada berkas yang saya pegang dari Pak Gubernur tertanggal 21 Oktober," katanya.
Pras menjelaskan Direktorat Jenderal Keuangan menelusuri keanehan yang terjadi di APBD Perubahan 2014 karena pengadaan UPS yang sebelumnya tak ada tiba-tiba muncul di sana.
"Ini masih dalam proses pengumpulan data administrasi yang diperlukan dan jika memang komputer itu dibutuhkan ya monggo," kata dia.
Pantauan CNNindonesia.com di lokasi, jumlah penyidik yang melakukan penggeledahan berjumlah sekitar enam orang dan semuanya menggunakan pakaian bertuliskan "polisi".
Saat ini para penyidik tengah berada di dalam ruangan Pras dan awak media tidak diperbolehkan mengambil gambar di dalam ruangan.
Untuk diketahui, tersangka kasus korupsi pengadaan UPS, Fahmi Zulfikar, mendatangi Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (29/2). Pengacara menyebut kliennya diperiksa terkait kasus yang menjeratnya.
"Saya mendampingi Pak Fahmi (Zulfikar). Ada juga diperiksa Pak Firman (Firmansyah) dan Pak Sani (Triwisaksana)," kata Ilal Ferhard di depan Gedung Badan Reserse Kriminal Polri.
Fahmi yang menjabat sebagai Anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Firman. Begitu pula sebaliknya, Firman diperiksa sebagai saksi untuk Fahmi kata Ilal.
Ilal berkeras kliennya tidak bersalah dalam kasus ini. "Kalau memang penyidik mempunyai dua alat bukti, yang mana?"
Dia menjelaskan, pada 22 September 2014 Kementerian Dalam Negeri mengirimkan hasil revisi anggaran pendapatan belanja daerah-perubahan (APBD-P) kepada Pemerintah Provinsi.
Seharusnya, hasil revisi itu ditindaklanjuti dalam waktu paling lama tujuh hari. "Kalau tidak ada jawaban artinya APBD-P tidak ada, kembali ke APBD," kata Ilal.
Pemerintah Provinsi, kata dia, baru menyurati DPRD pada 21 Oktober. Surat itu dibalas oleh Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi tiga hari setelahnya.
"Di situ sama sekali tidak dievaluasikan UPS. Yang ada Sumber Waras dan 3D
Scanner," kata Ilal. Karena itu, kata dia, tidak jelas apakah UPS itu diadakan di APBD atau APBD-P.
"Penyidik bilang di APBD-P, tapi kalaupun ada di situ, seharusnya APBD-P itu tidak boleh dipakai," ujarnya.
(bag)