Jakarta, CNN Indonesia -- Tersangka baru kasus dugaan PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II), Haryadi Budi Kuncoro, diduga membantu proses pengadaan 10 mobile crane yang diduga dikorupsi.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Komisaris Besar Agung Setya, Selasa (8/3), mengatakan Haryadi adalah bawahan tersangka yang ditetapkan sebelumnya yakni bekas Direktur Teknik Ferialdy Noerlan. Haryadi ini juga merupakan adik kandung
mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto.Manajer Senior Peralatan Pelindo II itu, kata Agung, bersama-sama Ferialdy menangani proses pengadaan alat-alat yang dipermasalahkan.
"Pengadaan itu tidak pernah lepas dari peran FN dan HBK," kata Agung di Markas Besar Polri, Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agung enggan menjelaskan lebih jauh mengenai peran keduanya. Yang jelas, kata dia, para tersangka "diproses dan tidak terpisahkan."
Lebih jauh, Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Pencucian Uang Komisaris Besar Golkar Pangarso mengatakan pejabat yang juga adik bekas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto itu "turut membantu" proses pengadaan 10 mobile crane.
"Dia membantu memasukkan pengadaan mobile crane yang mestinya ada kajiannya dulu ke dalam rencana anggaran. Yang menentukan spesifikasi juga," kata Golkar.
Sama seperti Agung, Golkar juga enggan merinci peran Haryadi karena penyidikan masih dalam tahap awal.
Sementara itu, Frederich Yunadi selaku pengacara Pelindo II menolak mengomentari pernyataan penyidik karena belum mendengar langsung berita penetapan tersangka itu. "Saya menanggapi pertanyaan Anda, bukan penyidik," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Jika ada yang menuduh Ferialdy dan Haryadi memasukkan pengadaan mobile crane ke dalam rencana anggaran, kata Frederich, berarti orang yang menuduh tidak mengerti proses pengadaan itu sendiri.
"Harus tanya bagian perencana dong bukan bagian teknik," kata Frederich. "Masak tidak bisa baca dokumen proyek."
Sebanyak 10 mobile crane itu ditemukan penyidik mangkrak di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Semestinya, alat-alat itu dikirim ke delapan pelabuhan berbeda.
Penyidik menduga telah terjadi korupsi karena penempatan alat tersebut tidak sesuai rencana pengadaan. Setelah diselidiki, bahkan delapan pelabuhan tersebut tidak membutuhkan pengadaan 10 mobile crane itu.
(yul)