Jakarta, CNN Indonesia -- Warga negara asing asal suku Uighur diperkirakan bergabung dengan Mujahidin Indonesia Timur di Poso, Sulawesi Tengah, sejak dua tahun lalu.
Berdasarkan catatan dan informasi CNNIndonesia.com, setidaknya ada tujuh warga Uighur yang terdeteksi di sana sejak 2014. Empat orang di antaranya, yang membawa paspor Turki, ditangkap di Parigi Moutong dan sudah dihukum penjara enam tahun pada 2015.
Mereka adalah Ahmed Bozoglan, Ahmet Mahmut, Altinci Bayram dan Tuzer Abdul Basit. Hakim memutus keempatnya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Undang-Undang Terorisme dan Undang-Undang Keimigrasian. Suku Uighur merupakan suku minoritas di Republik Rakyat Cina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Satuan Tugas Operasi Tinombala Komisaris Besar Leo Bona Lubis membenarkan informasi tersebut. "Mereka sudah lama ya, sejak 2014 sudah ada di sana," ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta, Rabu (16/3).
Dia juga mengatakan sebenarnya ada dua orang Uighur yang ditemukan tewas pascabaku tembak dengan aparat, Selasa (15/3). Dengan demikian, tinggal satu orang asing yang saat ini masih belum ditemukan keberadaannya.
Jenazah ketiga ditemukan di Sungai Lariang sore harinya saat petugas menyisir lokasi usai peristiwa tersebut. Namun, belum diketahui apakah jenazah tersebut juga korban baku tembak yang terjadi Selasa atau sebelumnya, 28 Februari lalu.
"Tapi kalau melihat dari sungai ditemukannya, kurang lebih sama dengan penemuan pertama. Ada kemungkinan itu dari kelompok mereka," kata Leo.
Operasi Tinombala digelar untuk memburu teroris Santoso dan anak buahnya yang tergabung dalam Mujahidin Indonesia Timur. Buron teroris paling dicari itu belum juga ditemukan meski Polri dan TNI sudah menggelar operasi Camar Maleo sepanjang tahun 2015.
Santoso TerjepitLeo mengatakan Santoso dan anak buahnya sudah dalam posisi terjepit sejak Februari lalu. Walau demikian, kata dia, medan yang sulit membuat petugas kesulitan.
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa kami tangkap," ujarnya.
Kekuatan Santoso juga kini sudah mulai terpangkas. Pasukan teroris yang pada 2015 lalu diperkirakan berjumlah 40 orang kini tersisa 25-30 orang, kata Leo.
Walau demikian, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Anton Charliyan mengatakan jumlah pasti kekuatan Santoso belum dapat dipastikan. Meski sudah banyak teroris yang gugur, masih ada kemungkinan regenerasi dan perekrutan orang baru.
"Karena ada juga warga yang simpatisan, sempat ditemukan ada warga yang mengirim makanan kepada kelompok Santoso," ujarnya.
Santoso menjadi buron paling dicari karena diduga bertanggungajawab atas serangkaian serangan dan pembunuhan atas anggota Kepolisian sejak awal 2000-an. Belakangan, dia juga menyatakan berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), bahkan mengancam akan menyerang Istana Negara.
(yul)