Peneliti LIPI Sebut Warga Papua Percaya Jokowi, Bukan Menteri

Anggi Kusumadewi | CNN Indonesia
Kamis, 17 Mar 2016 15:37 WIB
Pemerintah disebut masih menganggap dialog Papua sebagai hal tabu. Ada kecemasan dialog itu bakal mengarah pada keinginan untuk merdeka.
Presiden Jokowi saat berakhir tahun di Raja Ampat, Papua. Pemerintah disebut masih menganggap dialog Papua sebagai hal tabu. (Dok. Agus Suparto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Koordinator Tim Kajian Peneliti Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adriana Elisabeth mengatakan rakyat Papua hanya percaya dengan Presiden Jokowi, bukan menteri-menterinya.

“Oleh karena itu yang paling berperan penting dalam mewujudkan perdamaian di Papua saat ini adalah Presiden Jokowi,” kata Adriana di Jakarta, Kamis (17/3).

Pada kunjungan terakhirnya ke Papua akhir tahun 2015, ujar Adriana, Jokowi pun sudah menyatakan kesediaannya untuk berdialog dengan siapapun terkait Papua.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Itu sebabnya, kata Adriana, Tim Papua LIPI menyerukan dialog nasional untuk membahas persoalan Papua. Namun sebelum dialog nasional digelar, LIPI merekomendasikan empat rangkaian dialog pendahuluan.

Dialog pertama antara Presiden Jokowi dengan tiga pilar di Papua, yakni pemerintah daerah di Provinsi Papua dan Papua Barat, DPR Papua dan DPR Papua Barat, serta Majelis Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua Barat.

Dialog-dialog pendahulu lainnya ialah antarkementerian dengan lembaga pemerintah, antarelemen masyarakat Papua, dan antarsektor di Papua seperti sektor pendidikan dan kesehatan.

Sayangnya, kata Adriana, pemerintah masih menganggap dialog Papua sebagai hal tabu. Menurut dia, ada kekhawatiran dialog itu bakal mengarah pada keinginan masyarakat Papua untuk merdeka.

Padahal, ujar Adriana, dialog bukan bicara posisi, tapi membahas kepentingan yang berbeda.
Tim Papua LIPI sebelumnya melontarkan penunjukan utusan khusus Papua oleh Jokowi untuk membantu sang Presiden mempersiapkan dialog nasional guna mewujudkan perdamaian di Papua dan Papua Barat.

"Utusan khusus bisa dari kalangan sipil maupun militer. Bila dari militer, sebaiknya bukan dari Kopassus karena ada resistensi dari masyarakat Papua (atas Kopassus)," kata Adriana.

Utusan khusus itu, ujarnya, mesti figur yang dipercaya Jokowi, paham akar persoalan Papua, objektif dan tak diskriminatif, serta tidak pernah terlibat dalam milisi sipil pro-Indonesia atau kelompok pro-kemerdekaan Papua.

Syarat-syarat itu, kata Adriana, bertujuan agar utusan khusus itu mendapat legitimasi kuat dalam proses dialog nasional Papua.

Namun utusan khusus semacam itu, menurut Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, tidak akan dibentuk pemerintah karena Jokowi sebelumnya sudah menunjuk Lenis Kagoya –mantan Ketua Lembaga Masyarakat Adat Papua– sebagai Staf Khusus Presiden.

Persoalan Papua, kata Luhut, bakal ditangani langsung olehnya seperti diperintahkan Presiden Jokowi.

“Untuk apa utusan khusus Papua? Presiden Jokowi perintahkan saya langsung untuk pergi ke Universitas Cenderawasih tanggal 29 Maret ini, menjelaskan program pemerintah soal Papua,” kata Luhut.

Ia berpendapat persoalan di Papua sebenarnya sederhana, yakni tidak ada pengelolaan yang baik atas dana otonomi khusus untuk kepentingan pembangunan provinsi itu. Luhut mengakui pemerintah selama ini lalai, dan akan memperbaikinya dengan meningkatkan pelayanan di Papua.
Aktivis Papua selama ini menyebut, persoalan dasar Papua tak terletak pada program pembangunan, melainkan pengusutan tuntas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah paling timur Indonesia itu. (antara/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER