Kebebasan Berekspresi Warga Indonesia Dinilai Tak Meningkat

Puput Tripeni | CNN Indonesia
Jumat, 18 Mar 2016 02:52 WIB
UU Informasi dan Transaksi Elektronik disebut sebagai penghambat kebebasan berekspresi. Pemerintah juga dinilai apla melindungi data privasi warga negara.
UU Informasi dan Transaksi Elektronik disebut sebagai penghambat kebebasan berekspresi. Pemerintah juga dinilai apla melindungi data privasi warga negara. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perkembangan kebebasan berekspresi di Indonesia pada era reformasi dinilai belum mengakomodasi prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) mencatat, sepanjang tahun 2015, sejumlah pelanggaran atas kebebasan berekspresi terjadi.

Lembaga swadaya masyarakat itu merinci, pelanggaran tersebut berbentuk, pelarangan diskusi, kekerasan terhadap demonstran, pembungkaman kritik publik, serta pembatasan terhadap kerja jurnalistik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Merujuk pada data tersebut, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsudin Haris menuturkan, setelah Orde Baru berakhir, pemerintah hanya fokus melakukan reformasi institusional.

"Reformasi itu berbentuk amandemen konstitusi, undang-undang sektor politik, pemilihan umum, dan partai politik," ujarnya di Jakarta, Kamis (17/3).

Reformasi institusional, menurut Syamsudin, tidak diikuti dengan perubahan cara pandang dan kultur kekuasaan yang seharusnya bertujuan untuk melayani dan memfasilitasi masyarakat.

Akhirnya, kata Syamsudin, ancaman terhadap warga negara justru datang dari negara itu sendiri. "Bentuknya bisa macam-macam seperti polisi atau militer," tuturnya.
Sementara itu, Dosen Universitas Andalas Shinta Agustin mengatakan, kebebasan berekspresi menghadapi tantangan baru pada era digital.

Shinta berkata, bukannya memberikan jaminan terhadap hak warga negara, Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik justru menjadi mengekang kebebasan berekspresi.

"Dalam pasal 27 ayat (3) tidak dijelaskan bentuk penghinaan yang seperti apa yang dikategorikan tindak pidana," ujarnya.

Shinta juga menggarisbawahi sanksi pidana yang diancamkan UU ITE. Menurutnya, ancaman hukuman pidana sepatutnya tidak diberlakukan untuk kebebasan berekspresi.

Dosen Universitas Airlangga lainnya, Sinta Dewi Rosadi, menyebut UU ITE juga tidak memberikan perlindungan terhadap data pribadi warga negara. "UU itu seharusnya menjadi alat utama menjamin hak privasi masyarakat" katanya

Sinta berkata, selama ini pemerintah dan perusahaan penyedia jasa komunikasi dapat mengakses data pribadi warga negara secara leluasa. Perlindungan privasi, menurutnya, penting agar data pribadi warga negara tidak disalahgunakan. (abm)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER