Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa penuntut pada Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir telah memberi suap kepada satu pegawai negeri sipil dan empat anggota Komisi V DPR dengan jumlah total sebesar Rp21,280 miliar, Sin$1.674.039 serta US$72.727. Total keseluruhan uang suap tersebut hampir mencapai Rp40 miliar.
Seorang PNS atau pejabat Kementrian PUPERA tersebut adalah Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary. Sementara, keempat anggota dewan yang menerima suap dari Abdul yakni Andi Taufan Tiro, Musa Zainuddin, Damayanti Wisnu Putranti dan Budi Supriyanto.
"Terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan, memberi atau menjanjikan sesuatu," dikutip surat dakwaan yang diketuai Jaksa Kristianti Yuni Purnawanti di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/4).
Dalam dakwaan, jaksa mengungkapkan upaya Abdul menyuap kepada empat anggota dewan dan pejabat tersebut agar terdakwa dapat menjadi pelaksana proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Abdul juga didakwa melakukan suap bersama-sama dengan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Artha John Alfred. Keduanya masih belum berstatus tersangka.
Awal Mula Bertemu Pejabat PU
Abdul bertemu dengan Amran saat dikenalkan Hong dalam sebuah acara pelantikan Kepala BPJN. Dalam acara itu Amran meminta Abdul untuk membayar biaya suksesi dirinya sebagai Kepala BPJN yang baru dilantik. Sebagai imbalan, Abdul dijanjikan dapat mengamankan proyek dipihaknya pada tahun anggaran 2016.
Keseluruhan, Amran selaku Kepala BPJN mendapat jatah suap secara bertahap melalui perantara berbagai pihak dengan total sebesar Rp14,8 miliar.
Uang tersebut untuk mengamankan sejumlah proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara melalui program aspirasi di anggota Komisi V DPR.
Libatkan Empat Anggota DewanSetelah Amran dapat mengamankan proyek program aspirasi dari beberapa anggota Komisi V DPR untuk Abdul, dia lantas mengenalkan Abdul kepada Ketua Kelompok Fraksi PAN Komisi V Andi Taufan Tiro dan anggota Komisi V Fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti.
Andi memiliki lima program aspirasi berupa proyek rekonstruksi dan pembangunan jalan di Maluku dengan total Rp170 miliar. Sebanyak Rp100 miliar, program tersebut akan diwujudkan dalam bentuk proyek.
"Terdakwa menyatakan keinginannya untuk mengerjakan proyek dari program aspirasi Andi Taufan Tiro serta akan memberi fee jika terdakwa menjadi pelaksananya," kata jaksa.
Abdul pun meminta kepada Andi agar dapat menjalankan proyek tersebut. Sebagai kompensasinya, Andi dijanjikan mendapat fee tujuh persen dari nilai proyek atau sebesar Rp7 miliar. Pada perjalanannya, total uang yang diberikan Abdul kepada Andi sebesar Rp7,4 miliar.
Tak hanya Andi, Ketua Kelompok Fraksi PKB Musa Zainuddin juga turut mendapat jatah dari Abdul. Pada mulanya Abdul akan mengambil proyek dari Muhammad Toha. Namun, Muhammad Toha mengalihkannya kepada Musa Zainuddin.
Lantas, Abdul menjanjikan kepada Musa yang memiliki program aspirasi berbentuk proyek senilai Rp250 miliar untuk mendapat fee sebesar delapan persen. Musa kemudian menyepakati hal tersebut dan dalam perjalanannya, uang sebesar Rp8 miliar didapat Politikus PKB ini dari Abdul secara bertahap melalui perantara.
Sementara, Damayanti yang memiliki program aspirasi berbentuk proyek pelebaran jalan dengan nilai Rp41 miliar bersepakat dengan Abdul mendapat fee sebesar delapan persen dari total jumlah proyek.
Pada perjalanannya, Damayanti mendapat uang dengan total Rp4,28 miliar yang merupakan gabungan dari pecahan rupiah dan mata uang asing.
Sedangkan, Anggota Komisi V Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto mendapat duit dari Abdul yang diserahkan melalui pihak Damayanti sebesar Sin$305 ribu.
Uang tersebut didapat Budi dari kesepakatan dengan Damayanti. Budi dijanjikan mendapat fee sebesar enam persen untuk mengamankan proyek rekonstruksi jalan di Maluku yang merupakan bagian program aspirasi, dengan nilai total Rp50 miliar.
Sedianya, Budi mendapat jatah fee delapan persen nilai proyek dari Abdul. Namun, kesepakatan itu dihasilkan antara Abdul dengan Damayanti. Abdul pun memberi $Sin404 ribu kepada Damayanti, yang kemudian 'dipangkas' sebanyak Sin$99 ribu oleh politikus PDI Perjuangan tersebut saat diberikan kepada Budi.
Atas perbuatannya, Abdul dijerat pidana Pasal 5 ayat 1 huruf a dan Pasal 13 UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana.
(pit)