LIPUTAN KHUSUS

Bermula dari Kejanggalan Data Konsumsi Air Tanah

Yuliawati, Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Selasa, 05 Apr 2016 13:36 WIB
Berbekal ketidaktransparan data, Amrta Institute menemukan indikasi adanya penggunaan air tanah ilegal hingga 92,7 persen pada 2011.
Berbekal ketidaktransparan data, Amrta Institute menemukan indikasi adanya penggunaan air tanah ilegal hingga 92,7 persen pada 2011. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Amrta Institute for Water Literacy, Nila Ardhianie, pernah menulis di harian Kompas pada 20 September 2010 dengan artikel berjudul ‘Jakarta dan Ekstrasi Air Tanah Berlebihan’. Artikel Nila yang dimuat di rubrik opini menyinggung mengenai persoalan penurunan permukaan tanah di Jakarta Utara sebagai akibat penggunaan air tanah yang masif.

Nila juga menyinggung mengenai kesulitannya memperoleh akses atas data air selama penelitian. “Sungguh sulit sekali memperoleh data mengenai air, dan kalau pun dapat, datanya meragukan,” kata Nila kepada CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

Sekitar pukul 08.00 pagi di hari artikel itu terbit, Nila menerima telpon dari staf kantor gubernur yang saat itu dipimpin Fauzi Bowo. “Petugas itu meminta saya menemuinya ke kantor gubernur dengan janji memberi kemudahan riset,” kata Nila.
Di kantor gubernur itu, petugas memberikan memo dengan keterangan agar Nila dipermudah mendapat akses data terkait penelitian soal air di Jakarta. Tentu saja Nila senang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sayangnya kesenangan Nila hanya bertahan sebentar. Surat keterangan dari kantor gubernur tak membuatnya mudah mendapatkan data yang dibutuhkan.

“Tetap saja saya tak mendapatkan data yang dibutuhkan untuk penelitian,” kata Nila. Cuplikan pengalaman Nila ini sedikit menggambarkan tidak beresnya data soal air di Jakarta. Berdasarkan penelusuran CNNIndonesia.com, data penggunaan air tanah sektor komersial, jumlahnya terus menurun, terutama pada 2009-2010.
Data penggunaan air tanah komersial pada 2008 tercatat sebanyak 22,6 juta meter kubik dengan air PAM yang terkonsumsi 258 juta. Pada 2009, data penggunaan air tanah komersial sebesar 18,75 juta meter kubik dengan jumlah konsumsi air pipa sebanyak 266,8 juta meter kubik.

Satu tahun kemudian, pada 2010, catatan penggunaan air tanah sektor komersial turun 46,6 persen atau 8,6 juta meter kubik dari tahun 2009 menjadi 10,049 juta meter kubik. Pada saat itu, pasokan air perpipaan yang terjual mengalami kenaikan sekitar 6 persen.

Air perpipaan hingga saat ini hanya menjangkau sekitar 60 persen dari kebutuhan warga Jakarta.
Menurut Kepala Dinas Pajak DKI Jakarta, Agus Bambang, sejak diterapkan Peraturan Gubernur Nomor 37 Tahun 2009, sektor komersial hanya menggunakan air tanah sebagai cadangan. Sehingga kecenderungannya angka konsumsi air tanah semakin menurun.

Dalam aturan itu tarif pajak air tanah untuk sektor komersial (industri, mal, perhotelan, apartemen dan kegiatan niaga lain) hampir dua kali lipat tarif PAM yakni menjadi maksimal Rp23 ribu setiap menyedot air sebanyak satu meter kubik.

“Untuk pemulihan kondisi tanah, kecenderungannya memang penggunaan air tanah harus semakin turun,” kata Agus kepada CNNIndonesia.com, awal Maret lalu.

Namun, kata Nila, alasan penurunan data penggunaan air tanah karena beralih ke air PAM tidak rasional. Alasannya, sejak 1997, Perusahaan Air Minum (PAM) mulai beroperasi di DKI Jakarta.

Air perpipaan hingga saat ini hanya menjangkau sekitar 60 persen dari kebutuhan untuk rumah tangga dan sektor komersial. Dari jumlah itu, distribusi air perpipaan yang dijual untuk sektor komersial sekitar 20-35 persen.

“PAM belum memenuhi seluruh kebutuhan sektor komersial, sehingga bila data air tanah turun, sektor komersial itu mendapatkan air dari mana?” kata Nila.
Direktur Amrta Institute for Water Literacy, Nila Ardhianie. (dokumen pribadi)

Berbekal kejanggalan dan ketidaktransparan data air ini, melalui lembaganya, Amrta Institute, Nila bekerjasama dengan Tifa Foundation meneliti data air 2011. Hasilnya, mereka menemukan indikasi adanya penggunaan air tanah ilegal hingga 92,7 persen yang berpotensi merugikan pajak air tanah Rp1,4 triliun.

Sedangkan, berdasarkan metode yang sama, CNNIndonesia menghitung penggunaan konsumsi air tanah sektor komersial pada 2015. Hasilnya, dugaan pendapatan yang belum terserap pemerintah dari pajak air tanah sebesar Rp821,6 miliar.

Berikut perincian perhitungan dugaan pencurian air tanah yang akan kami sajikan dalam infografis. (yul/sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER