Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meminta Presiden Joko Widodo untuk hadir dalam proses mediasi dengan Ketua Umum PPP hasil Muktamar Jakarta Djan Faridz pada Rabu (13/4) pekan depan.
Permintaan itu disampaikan oleh Ketua Kuasa Hukum Djan Faridz, Humprey Djemat setelah proses mediasi awal dengan mediator, kuasa hukum penggugat, dan tergugat.
"Saya hanya mengutarakan gugatan ini masuk dalam ranah politik yang cukup kompleks. Kuasa hukum tidak punya kapasitas untuk bicara dalam masalah ini," kata Humprey di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (6/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Humprey mengatakan, permintaan tersebut dapat diterima mediator yakni hakim PN Jakarta Pusat Diah Basariah. Mediator pun disebut meminta agar Jokowi hadir dalam proses lanjutan mediasi.
Bahkan, kata dia, mediator akan berkoordinasi dengan pihak pengadilan untuk mengurus keamanan untuk keamanan saat Jokowi hadir.
"Hakim mediator memutuskan ini penting untuk Presiden Jokowi hadir dalam mediasi, Rabu pekan depan pukul 10.00 WIB di pengadilan," kata Humprey.
Humprey juga berkata telah melaporkan hasil mediasi awal kepada Djan Faridz. Dia menjelaskan proses mediasi ditempuh untuk mencari kepentingan dalam upaya perdamaian. Mediasi, lanjutnya, juga bisa mencari penyelesaian di luar dr apa yg dituntut.
"Proses mediasi itu cair sekali, nggak kaku. Tapi kalau PPP pasti minta pengesahan dong. Cuma bagaimana caranya, nah itu yang akan dibicarakan," ujar dia.
Dengan demikian, Humprey berharap para pihak tergugat yakni Presiden Jokowi, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly hadir dalam proses mediasi.
"Kami berharap Presiden Jokowi menunjukan kenegarawanannya dengan hadir dalam mediasi," ujar Humprey.
Tidak Masalah TeleconferenceHumprey berkata tidak mempermasalahkan seandainya Presiden Jokowi hadir dalam proses mediasi melalui teleconference atau dari jarak jauh.
"Tidak masalah, bisa. Yang penting waktu teleconference fisik presiden ada," kata Humprey.
Dia menegaskan kehadiran fisik presiden agar dalam proses mediasi dapat terjadi dialog untuk menyelesaikan masalah. Humprey pun menolak tawaran mediator jika Presiden Jokowi hanya memberikan keterangan tertulis dalam proses mediasi.
Merujuk Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Pasal 6 Ayat 1 menyebutkan bahwa para pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum.
Lebih lanjut, pada Pasal 6 Ayat 2 dijelaskan bahwa kehadiran para pihak melalui komunikasi audio visual jarak jauh dianggap sebagai kehadiran langsung.
Sementara disebutkan pada Pasal 6 Ayat 3 dan 4 (d) bahwa ketidakhadiran para pihak dalam mediasi hanya dapat dilakukan dengan alasan sah, salah satunya menjalankan tugas negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.
Pada peraturan ini, tidak diatur sanksi jika para pihak baik penggugat maupun tergugat tidak hadir dalam proses mediasi. Hanya pada Pasal 22 dan 23 yang mengatur tentang akibat hukum pihak tidak beritikad baik menyebutkan, penggugat dan tergugat yang tidak beritikad baik dalam proses mediasi diwajibkan membayar biaya mediasi.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan menunda sidang gugatan Djan Faridz kepada Presiden Joko Widodo, untuk menunggu proses mediasi selesai.
"Dengan ini sidang ditunda dan dilanjutkan kembali setelah menerima hasil mediasi kedua belah pihak dari mediator," kata Ketua Majelis Hakim Baslin Sinaga di ruang sidang.
Keputusan mediasi diambil setelah kuasa hukum pihak tergugat yakni Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly telah membawa surat kuasa penunjukan.
(obs)