Istana Dapat Data Aliran Dana Terorisme dari Timur Tengah

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Kamis, 07 Apr 2016 10:18 WIB
Data itu mencatat aliran dana sebesar puluhan juta rupiah dari Timur Tengah untuk sejumlah penerima di Indonesia.
Sejumlah petugas kepolisian menggeledah sebuah mobil dalam razia di perbatasan Kabupaten Semarang dan Kota Semarang, Ungaran, Jawa Tengah, Kamis (14/1) malam. (AntaraFoto/ Aditya Pradana Putra)
Jakarta, CNN Indonesia -- Istana Kepresidenan menerima data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mengenai aliran uang dari negara Timur Tengah yang diduga berkaitan dengan kelompok teror di Indonesia. 

"Data yang dikumpulkan PPATK sudah diberikan ke pemerintah. Memang ada transaksi yang dicurigai berkaitan dengan transaksi terorisme," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Kompleks Istana Kepresidenan.

Uang yang dialirkan tersebut, ujar Pramono, tidak dalam jumlah besar. Dia berkata, aliran dana itu terbagi dalam beberapa pengiriman.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pramono menuturkan, satu pengiriman rata-rata bernominal Rp50 juta. Menurut catatan PPATK, sejumlah aliran dana itu tidak mengalir ke satu penerima saja.

Merujuk pada temuan itu, Pram kembali menyebut urgensi pengesahan draf perubahan UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Terorisme. Ancaman terorisme, menurut Pram, sudah berada di depan mata.

"Ke depan, pemerintah dengan jujur mengatakan perlunya UU Anti Terorisme. Supaya ada payung hukum yang bisa memberikan perlindungan," kata Pram. "Kalau tidak, jangan sampai menyesal seperti yang terjadi di Belgia, Turki, Pakistan, dan Perancis."

Sebelumnya, Ketua DPR Ade Komarudin menyatakan parlemen akan menyelesaikan penyusunan 13 RUU dan melanjutkan pembahasan 15 RUU yang menjadi prioritas bersama dengan pemerintah. Salah satu RUU tersebut, ujarnya, adalah RUU Antiterorisme.

Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti berkata, RUU Antiterorisme penting untuk menjerat penyebar paham radikal. Tak hanya itu, pemerintah berharap RUU tersebut dapat memperkuat upaya pencegahan aksi teror.

Badrodin mencontohkan, jika nantinya terdapat pelatihan militer yang mengarah ke persiapan aksi terorisme, kepolisian memiliki kewenangan untuk mencegah dengan meminta keterangan dan menahan pihak terkait.

"Bagaimana terhadap orang-orang yang ikut bergabung di Suriah, ikut aksi bersenjata dan kemudian kembali ke Indonesia. Ini juga tidak bisa dijangkau oleh hukum," kata Badrodin. (abm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER