Presiden Pernah Disarankan Cabut Keppres 1995 Soal Reklamasi

Rosmiyati Dewi Kandi | CNN Indonesia
Kamis, 14 Apr 2016 13:47 WIB
Dalam rekomendasi, Kementerian Lingkungan Hidup menyebut, reklamasi disebut dalam memiskinkan masyarakat nelayan di sepanjang pantai.
Pemprov DKI melakukan reklamasi di kawasan pantai utara Jakarta. Begini penampakan salah satu pulau dari udara. (Detik TV/Tri Aljumanto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), sebelum diubah menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sempat menyarankan Presiden RI yang menjabat saat itu untuk segera mencabut Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Saran tersebut disampaikan KLH segera setelah Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim menetapkan Keputusan Nomor 14/2003 tentang Ketidaklayakan Lingkungan Rencana Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta.

“Menyarankan kepada Presiden untuk segera mencabut Keppres No 52/1995,” demikian seperti dikutip CNNIndonesia.com dari laman resmi KLHK, Rabu (13/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam situs KLHK dijelaskan, alasan menyebut proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta tidak layak dari aspek lingkungan adalah atas dasar hasil penilaian terhadap studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Ada empat penilaian yang disampaikan, pertama, proyek reklamasi meningkatkan potensi dan intensitas banjir di Jakarta.

“Hal ini tidak dapat ditolerir karena banjir di Jakarta saat ini, seperti yang terjadi tahun 2002, belum dapat terselesaikan dengan tuntas,” mengutip laman yang sama.

Kedua, proyek reklamasi Teluk Jakarta, membutuhkan bahan urukan sebanyak 330 juta meter kubik. Jika bahan ini diambil dari pedalaman, maka akan terjadi dampak di pedalaman dan dampak dari pengangkutan bahan urugan tersebut.

Bila bahan urukan diambil dari pasir sepanjang pantai, maka akan terjadi kerusakan pantai dari daerah Losari, Indramayu di sebelah timur sampai pada kawasan Pandeglang, Banten di sebelah barat, pada areal seluas 170 ribu hektare.
“Hal ini akan memiskinkan masyarakat nelayan di sepanjang pantai tersebut,” tulis laman tersebut.

Selain itu, masih mengutip laman KLHK, apabila urukan diambil dari dasar laut, akan menghancurkan ekosistem laut dan pola arus laut, mengakibatkan kehancuran pantai dan pulau di sekitarnya.

Ketiga, masyarakat berpendapatan rendah dari kawasan utara Jakarta, khususnya para nelayan yang harus hidup relatif lebih jauh dari sumber mata pencaharian. Keempat, dampak lainnya adalah menurunnya kemampuan pembangkit listri di Jakarta, ketersedian air bersih, dan lainnya.

Sorotan mengenai keberadaan Keppres Nomor 52/1995 juga dibahas dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Rabu lalu (13/4). DPR dan KKP bahkan sependapat bahwa ada tujuh pelanggaran yang diduga dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait reklamasi, salah satunya adalah penggunaan Keppres itu.

Dalam raker yang dipimpin Ketua Komisi IV Herman Khaeron itu dicatat, menerbitkan izin reklamasi lewat Keppres Nomor 52/1995 tidak berdasar karena Keppres sudah dicabut dengan penerbitan PP Nomor 54/2008 tentang Penataan Ruang Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur.

Meskipun, Pasal 70 Perpres itu menyatakan, pada saat mulai berlaku Perpres ini, semua peraturan pelaksanaan dari Keppres Nomor 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti dengan peraturan pelaksanaan baru sesuai Perpres ini.

Tak jauh berbeda, pakar perkotaan Nirwono Joga menyebut, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama lucu karena masih menggunakan Keppres yang terbit 21 tahun lalu tersebut sebagai dasar menerbitkan izin reklamasi.

Yudi, sapaan akrab Nirwono Joga, menyatakan Keppres 1995 yang ditandatangani mendiang Presiden Soeharto itu bukan untuk meloloskan penerbitan izin reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta.

“Lucu itu. Karena pada zaman itu, Keppres terbit bukan untuk 17 pulau. Yang dimaksud reklamasi tahun 1995 itu adalah untuk kegiatan industri,” kata Yudi saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Rabu (13/4). (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER