Ahok, Tolong Perhatikan Kami Para Manusia Perahu

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Jumat, 15 Apr 2016 08:58 WIB
Dari sekitar 4000 warga Pasar Ikan yang tergusur, sebagiannya memilih bertahan dan tinggal di perahu yang tertambat di bantaran sungai.
Dari sekitar 4000 warga Pasar Ikan yang tergusur, sebagiannya memilih bertahan dan tinggal di perahu dekat kawasan yang hanya tersisa puing. (CNN Indonesia/Riva Dessthania Suastha)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sudah berjalan empat hari semenjak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menertibkan kawasan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara. Dari sekitar 4000 warga Pasar Ikan yang tergusur, sebagiannya memilih bertahan dan tinggal di kawasan yang hanya tersisa puing.

Tidak ada rumah, perahu pun jadi. Sebagian warga Pasar Ikan yang notabene bermata pencaharian sebagai nelayan kini menyulap perahu mereka menjadi hunian sementara mereka.

Alih-alih menempati rumah susun yang telah disediakan pemerintah provinsi, sebagian masyarakat memilih bertahan di perahu yang bersandar di bantaran sungai sekitar bekas Pasar Ikan. Mereka menolak pemindahan karena alasan ekonomis.
"Mau pindah ke rusun tapi itu kan tidak selamanya gratis. Kalau sudah tiga bulan kita musti sewa," kata Ruswan (68) kepada CNNIndonesia.com, Kamis (14/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ruswan merupakan salah satu warga Pasar Ikan yang memilih tinggal di atas perahu bersama keluarganya. Ia tinggal bersama anak dan cucunya dalam dua perahu kecil dengan jumlah kurang lebih 10 orang.

Selain karena biaya sewa rumah susun yang harus dikeluarkan, Ruswan bersama kekuarga enggan direlokasi karena lokasi rusun jauh dari kawasan tempat ia biasa mencari ikan.

"Dari rusun Marunda harus dua kali ganti transportasi, juga harus pake ojek lagi ke dalam. Sekali jalan Rp40 ribu. Penghasilan kami habis dong untuk ongkos. Belum lagi kalau bawa anak istri," keluh Rusman.

Sekitar 200 warga masih bertahan di bantaran sungai di atas perahu. Sebagian ada yang tinggal di perahu sendiri namun tidak jarang ada yang ikut mengungsi di perahu warga lainnya.
"Keluarga saya habis seluruhnya. 12 rumah kami, semuanya dihancurkan. Orang tua, keluarga saya semuanya kena ngungsi. Keluarga perempuan sebagian dikontrakan, sisanya ngungsi di perahu berdempetan," ujar Okta (59).

Akibat penggusuran itu tidak sedikit kepala keluarga harus kehilangan nafkah. Perahu yang menjadi alat produksi kini berubah fungsi sebagai tempat penyimpan perabotan rumah tangga.

"Suami mau cari ikan ke laut juga tidak bisa karena perahu isinya barang-barang semua. Kalo dipakai melaut saya dan anak-anak tinggal di mana? Ya jadi kita sekarang bisanya hanya nyari besi saja untuk dijual," kata Okta.
Untuk sementara, kata Okta, keluarganya mendapatkan penghasilan dengan mencari puing dan sisa besi dari bekas kawasan Pasar Ikan. Sehari, mereka bisa mendapat sekitar 4-5 kilo besi. Perkilonya menghasilkan sekitar Rp30 ribu.

"Intinya kami di sini minta perhatian dari pak Ahok, boleh digusur asal nasib kami kedepannya juga diperhatikan. Ibarat sampah saja dikasih tempat, masa kita manusia tidak?" keluh Ruswan.

Menurut Ruswan, Pemerintah seakan tidak meberikan waktu bagi mereka sebelum dilangsungkannya penggusuran. Mereka sudah pernah berbicara dan bernegosiasi dengan pihak Pemprov untuk meminta pengunduran waktu penggusuran. Namun tak digubris.
"Dalam seminggu ada tiga kali Surat Peringatan (SP) keluar. Kami jadi tidak sempat untuk bebenah, mana anak-anak harus tetap sekolah karena mau ujian. Bukannya mau ribut dengan ngotot tinggal disini. Tapi loh ya jangan anggap kami kayak teroris, kami juga warga negara," tutur Ruswan. (yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER