Jakarta, CNN Indonesia -- Masih jelas diingatan Sumini tentang penyiksaan yang dialaminya di dalam penjara. Dia kerap mendapat intimidasi dan perlakuan kasar dari para tentara. Bahkan intimidasi itu masih dirasakan Sumini meskipun telah 45 tahun bebas dari penjara.
"Kami dibilang bejat moralnya. Itu setiap hari yang masih saya dengar. Belum lagi digebuki setiap pemeriksaan," kata Sumini saat ditemui di sela acara Simposium Membedah Tragedi 1965 di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (18/4).
Perempuan 70 tahun itu pernah dibui selama 6,5 tahun, yaitu lima bulan di Pati, dan sisanya di Lembaga Pemasyarakatan khusus wanita di Bulu, Semarang, Jawa Tengah. Sumini ditahan tanpa proses pengadilan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat menyampaikan pandangannya di tengah simposium, Sumini mengaku pernah menjadi Ketua Ranting Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) di Pati, Jawa Tengah. Atas keterlibatannya di Gerwani, Sumini ditangkap pada 21 November 1965.
Saat itu, Gerwani dilabelkan sebagai organisasi sayap Partai Komunis Indonesia yang menaungi kelompok wanita.
Sumini mengatakan, pada 1965 koran Berita Yudha dari Angkatan Bersenjata mengabarkan ada dua nama anggota Gerwani yaitu Jamilah dan Fainah yang ditangkap. Keduanya melakukan kekerasan, seperti menyileti dan mencungkil mata para jenderal.
Berita itu memancing amarah masyarakat. Gerwani menjadi bulan-bulanan. Pemberangusan terhadap organisasi itu pun dilakukan di bawah pimpinan tentara.
Sumini mengatakan, Gerwani telah difitnah. Menurutnya, kedua wanita itu adalah pekerja seks komersial.
Di dalam penjara Bukit Duri, Jakarta, Fainah bertemu dengan anggota Gerwani. Kepadanya, Fainah mengaku dipaksa menari dalam keadaan telanjang di hadapan para jenderal sebelum pembunuhan. Tarian diiringi lagu Genjer-Genjer.
"Padahal setelah diangkat jenazahnya itu mata mereka semua utuh. Itu dikatakan oleh dokter forensik," ujar Sumini.
Sumini bergabung dengan Gerwani lantaran program dan kegiatan organisasi tersebut ditujukan untuk mengentaskan kemiskinan. Beberapa di antaranya, Gerwani ikut mendorong lahirnya peraturan yang melarang pernikahan anak. Saat itu tingkat pernikahan dini cukup tinggi.
Bersama Gerwani, dia juga ikut membantu memberantas buta huruf dan mendirikan TK Melati.
"Kalau pagi saya kerja. Malam ngajar buta huruf. Lalu saya berhenti kerja ngajari di TK Melati. Waktu itu belum ada TK," kenangnya.
Di masa tuanya, dia tak berhenti meminta Pemerintahan Joko Widodo memulihkan nama baiknya. Sebab stigma buruk kepadanya masih dialami hingga kini. Sebagai warga negara Indonesia, dia juga berhak untuk dilindugi dan bebas dari intimidasi.
"Saya ini kan juga warganya, kenapa saya ini terus diteror polisi dan kelompok-kelompok tertentu. Sampai arisan saja kok dihalangi. Arisan temu kangen saja tidak boleh," ujar Sumini.
(abm)