Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Budi Waseso menyatakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 sudah tidak relevan dengan upaya pemberantasan narkotik.
Menurut Budi, undang-undang tersebut tidak dapat menghambat perkembangan narkotik yang sangat cepat di Indonesia.
Salah satu kekurangan beleid itu, kata Budi, adalah definisi korban narkotik. Ia berkata, orang yang menggunakan narkotik secara sadar atau atas keinginan sendiri sepatutnya tidak dikategorikan sebagai korban.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau ada unsur paksaan dan intimidasi baru korban. Kalau kesadaran sendiri masa korban? Itu seperti orang yang bunuh diri," kata Budi di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (18/4).
Siang tadi, Budi menyatakan pendapatnya tersebut pada rapat dengar pendapat dengan Badan Legislasi DPR. Budi menuturkan, BNN meminta DPR segera merevisi undang-undang tentang pemberantasan narkotik.
Kendala lain yang dihadapi BNN, kata Budi, adalah terhambatnya penyidikan dan penahanan terhadap pengguna yang sedang direhabilitasi.
Penyelidik atau penyidik bisa mendapatkan informasi awal mengenai bandar narkotika dari pengguna, termasuk jual beli. Hal itu nantinya dapat memberikan informasi mengenai jaringan peredaran narkotika.
"Kami bisa temukan bandar dan mafianya. Tapi sekarang kami dipotong di sini. Bagaimana kami mengungkap itu?" tutur dia.
Ketua Baleg Supratman Andi Agtas, sependapat dengan Budi. Ia mengatakan, munculnya banyak narkotik jenis baru merupakan alasan bagi pemerintah dan DPR untuk melakukan revisi beleid.
"Sesuai penjelasan Budi Waseso sekarang ini sudah luar biasa, jadi enggak bisa kami tunda," kata Supratman.
Rencana revisi UU Narkotika masuk program legislasi nasional (Prolegnas) 2014-2019. DPR siap memasukkan rencana revisi ini ke Prolegnas tambahan apabila pemerintah mengajukan draf revisi.
Baleg rencananya mengundang Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly di masa sidang berikutnya membahas revisi Undang-Undang ini.
(abm)