Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan ketidakpercayaannya pada dokumen yang menyebut jumlah korban Tragedi 1965 berkisar antara 500 ribu hinga sejuta orang.
Luhut menantang para pihak yang selalu menggunakan dokumen itu untuk memberikan pembuktian dengan cara menggali kuburan massal.
"Silakan tunjukkan buktinya, gali kuburan masal jika memang ada ratusan ribu atau jutaan orang itu. Jangan wacana saja," kata Luhut di Universitas Indonesia, Rabu (20/4).
Menurut Luhut, selama ini tidak terdapat satu alat bukti pun dapat membuktikan dugaan ratusan ribu korban tewas pada kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi sekitar 1965 hingga 1967 tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas alasan itu pula, Luhut heran dengan tuntutan kepada pemerintah terkait permintaan maaf untuk para korban dan keluarga korban.
"Minta maaf kepada siapa? Korban yang mana?" ujar Luhut.
Lebih dari itu, Luhut berjanji pemerintah akan menyelesaikan Tragedi 1965 dengan baik. Ia berkata, pemerintah bakal mengkaji rekomendasi Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 yang digelar pada 18-19 April lalu.
Pada berbagai sesi di simposium itu, para korban satu per satu memberikan kesaksian mereka. Mereka berkata, pembunuhan, pemenjaraan tanpa proses peradilan hingga kekerasan seksual merupakan kejahatan yang umum terjadi pada Tragedi 1965.
Sejumlah kamp atau penjara di beberapa daerah juga disebutkan para korban, antara lain Plantungan, Jawa Tengah; Pulau Buru, Maluku dan Bukit Duri, Jakarta.
Tahun lalu, pegiat HAM menemukan kuburan massal korban G30S di hutan Plumbon, Kelurahan Wonosari, Mangkang, Semarang, Jawa Tengah.
Mereka yang dimakamkan di tempat tersebut, dituding berkaitan dengan aktivitas Partai Komunis Indonesia.
"Mereka dibawa ke sini dengan mata tertutup dan diikat tali, tersambung satu dengan yang lain", ujar Mbah Sukar (81), seorang saksi mata.
Sukar berkata, para korban itu ditembak mati satu per satu begitu sampai di Hutan Plumbon.
(abm)