Jakarta, CNN Indonesia -- Tokoh warga dan lembaga swadaya masyarakat Aceh Singkil mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk mengadukan sejumlah dugaan intoleransi dan diskriminasi yang terjadi di salah satu kabupaten di Provinsi Aceh tersebut.
Warga mengadu lantaran ada 13 izin pendirian rumah ibadah yang dinyatakan tidak berlaku oleh Forum Kerukunan Umat Beragama di Aceh Singkil.
Kebijakan itu ditetapkan Rabu (20/4), satu hari sebelum Hotma Uli Natel Tumangger alias Wahid Tumangger divonis enam tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Aceh Singkil, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wahid merupakan warga yang dituduh menewaskan seorang warga lain saat peristiwa kerusuhan Aceh Singkil meletus Oktober tahun lalu.
Kolega Wahid yang turut memberikan advokasi untuk masyarakat Aceh Singkil, Boas Tumangger, menyatakan sepanjang persidangan tidak pernah dihadirkan satupun alat bukti seperti senjata atau peluru yang membuktikan Wahid melakukan perbuatan yang dituduhkan terhadapnya.
"Persidangan itu sangat mengada-ada," ujar Boas saat melayangkan aduannya di Komnas HAM, Jumat (22/4).
Boas menyayangkan sikap diskriminatif dan intoleran dalam kerukunan umat beragama masih terjadi dan seakan dibiarkan oleh pemerintah daerah setempat.
Selain adanya pembiaran dalam mempersulit izin pendirian rumah ibadah, diskriminasi juga terjadi di ranah pendidikan.
Boas dalam aduannya turut melampirkan bukti di Aceh Singkilm bahwa setiap siswa, termasuk nonmuslim, diwajibkan mengikuti pelajaran agama Islam dan baca-tulis Arab dan Alquran agar bisa naik kelas dan lulus sekolah.
"Pemerintah harus segera turun ke Aceh Singkil untuk melihat langsung persoalan di sana," kata Boas.
Tokoh masyarakat Muslim Aceh Singkil, Ramli Manik, manyatakan persoalan intoleransi dan diskriminasi terjadi lantaran ada orang yang sengaja dibiarkan berulah oleh pemerintah daerah setempat.
Hubungan antarumat beragama di Aceh Singkil, kata Ramli, pada dasarnya berjalan akur dan harmonis tanpa membedakan urusan keyakinan.
Warga muslim di Aceh Singkil, ujarnya, bahkan sama sekali tak keberatan dengan pendirian rumah ibadah selama bangunan yang akan didirikan itu telah mengantongi izin dari pemerintah setempat.
"Yang menjadi persoalan, justru pemerintah daerah ini yang tidak memfasilitasi ataupun mempermudah proses perizinan," kata Ramli.
Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat merespons aduan dan berjanji akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat menanggapi persoalan intoleransi yang masih terjadi di Aceh Singkil.
Dia pun memastikan bakal meneruskan informasi dan data-data aduan ke Komisi Yudisial untuk menindaklanjuti kejanggalan proses hukum yang menimpa Wahid Tumangger.
"Kami tak mau memberi angin surga, tapi kami tetap akan memperjuangkan hak asasi warga Aceh Singkil," kata Imdadun.
(agk)