Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah menambah klausul perlindungan korban aksi terorisme dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Anggota Pansus Revisi UU Terorisme, Muslim Ayub, mengatakan pemerintah perlu menjamin kehidupan korban setelah aksi teror.
Dia mencontohkan dinamika meninggalnya terduga teroris, Siyono, saat dibawa Densus 88 pada 11 April. Sejumlah pegiat hak asasi manusia (HAM) berpendapat, pemerintah dalam hal ini Densus 88 melanggar HAM. Mabes Polri saat ini menyidang etik petugas pembawa Siyono.
"Apabila terduga teroris saja dilindungi. Korban teror juga harus dilindungi. Pemulihan kembali hak korban tanpa birokrasi yang sulit," ujar Muslim di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (27/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja perdana Pansus revisi UU Terorisme bersama pemerintah. Pemerintah diwakili Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, perwakilan Kapolri dan Jaksa Agung.
Senada, Legislator Partai Gerindra Martin Hutabarat meminta, korban dilindungi dan diperhatikan pemerintah meski beleid ini mengenai pemberantasan terorisme. Legislator Partai Kebangkitan Bangsa Saiful Bachri meminta, pemerintah menangani korban teror maksimal.
"Jangan sampai mereka sengsara karena penanganannya minim," tutur Saiful.
Wakil Ketua Pansus Supidin Aries Saputra menuturkan, perlu dimasukan dan diperjelas aturan yang menjamin dikembalikannya hak korban teror. Menurutnya, pemerintah harus memperlakukan korban secara benar.
"Siapa yang memberikan ganti kepada mereka? Pelaku bom atau pemerintah?" kata Legislator Partai NasDem ini.
Berdasarkan Pasal 33 draf beleid yang dibentuk pemerintah, negara hanya melindungi penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, pelapor, ahli, saksi dan petugas pemasyarakatan beserta keluarganya. Mereka dilindungi dari kemungkinan ancaman membahayakan diri, jiwa atau hartanya saat sebelum, selama dan sesudah proses pemeriksaan perkara.
Mendengar masukan sejumlah fraksi, Yasonna mengatakan siap membahas hal tersebut bersama DPR setelah memberikan daftar inventaris masalah (DIM). Menurutnya, rancangan UU ini memang belum sempurna dan memerlukan pendalaman bersama DPR.
(utd)