Suka Duka Warga Kampung Pulo Tinggal di Rusun

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Rabu, 27 Apr 2016 18:47 WIB
Anita Zebua mengaku sudah pasrah tinggal di rusun. Ketimbang harus susah payah mencari kontrakan, menurutnya, kondisi rusun lebih layak dan bersih.
Suasana terkini perkampungan warga Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu (27/4). (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Banyak perbedaan yang dirasakan Anita Zebua setelah direlokasi dari Kampung Pulo ke rumah susun (rusun) Jatinegara Barat. Tak ada lagi suara teriakan khas penjaja makanan keliling seperti saat di rumahnya dulu.

Gelak tawa tetangganya yang biasa terdengar dari dalam rumah kini berganti senyap. Suara anak-anak yang kerap bermain di antara gang sempit kini telah berganti bunyi lift yang berulang kali naik turun.

Hampir setahun sudah, perempuan berdarah Flores ini menempati rusun Jatinegara Barat, Jakarta Timur di lantai enam nomor satu. Ia adalah penghuni rusun pertama, jauh sebelum Kampung Pulo digusur. Anita kini mulai terbiasa tinggal di gedung bertingkat bersama suami dan lima anaknya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di rusun seluas 6x5 meter itu Anita beraktivitas. Ia lebih sering tinggal sendiri karena suaminya sibuk bekerja serabutan. Kondisi rusun diakuinya membuat ruang gerak terbatas. Belum lagi sepinya suasana rusun jika malam tiba.

"Jam enam (malam) saja di sini sudah sepi. Dulu awal tinggal di sini lebih bingung lagi tetangga enggak ada yang kenal. Sekarang sih udah akrab ya," ujar Anita, Rabu (27/4).

Meski demikian, ia mengaku sudah pasrah tinggal di rusun. Ketimbang harus susah payah mencari kontrakan, menurutnya, kondisi rusun lebih layak dan bersih.

Padahal rumahnya di Kampung Pulo dulu tak pernah terkena banjir karena letaknya bukan di bantaran Kali Ciliwung. Hanya saja satu kamar dan ruang tamunya mesti ikut ditertibkan.

"Kalau dibilang sempit ya sempit banget. Tapi daripada harus ngontrak, bersyukur sajalah sudah dikasih," katanya.

Tak Semua Tempati Rusun

Dari 925 keluarga Kampung Pulo yang tergusur, hanya 518 keluarga yang mendapatkan jatah rusun di Jatinegara Barat. Anita merupakan salah satu dari 518 keluarga Kampung Pulo yang menempati rusun karena memiliki KTP DKI. Namun rupanya banyak warga yang tak mengambil jatah rusun dan memilih mengontrak di permukiman Kampung Pulo yang tak tergusur. Dari 518 unit yang tersedia, hanya 493 unit yang saat ini ditempati warga.

Ketua RW 09 rusun Jatinegara Barat Bahrudin mengatakan, banyak warga yang mencari tempat tinggal di luar rusun atau menumpang di rumah kerabatnya. Banyak alasan yang membuat warga enggan menempati rusun. Selain sempit, biaya sewa sebesar Rp300.000 per bulan terbilang mahal.

"Banyak kok yang dapat rusun tapi enggak mau ngambil. Ada satu rumah isinya tiga keluarga, kan enggak mungkin kalau tinggal di rusun," katanya.

Lebih lanjut Bahrudin menuturkan, dalam tiga keluarga itu bisa ditempati hingga sembilan jiwa. Tentu tak mungkin jika warga mesti memaksakan tinggal di rusun. Wajar, kata dia, jika kemudian mereka memilih tempat tinggal lain.

Warga yang menempati rusun juga telah mengganti Kartu Tanda Penduduk (KTP) sesuai dengan alamat rusun Jatinegara Barat. Hal ini, kata dia, untuk menghindari adanya pemilik yang menjual unit rusun pada orang luar.

Sementara warga yang terkena penggusuran namun tak memiliki KTP DKI, juga mencari rumah kontrakan di tempat lain. Sebab tak ada jatah rusun bagi warga yang bukan berasal dari ibu kota.

Dia menceritakan kerabatnya yang mesti mengontrak rumah hingga ke Cipinang, Jakarta Timur. Padahal kerabatnya itu telah tinggal di Kampung Pulo puluhan tahun. Namun karena tak memiliki KTP DKI, kerabatnya tak berhak menerima rusun sebagai ganti rugi rumahnya yang digusur.

"Mau enggak mau sih tinggal di rusun. Tapi kami sih alhamdulillah saja masih bisa dapat (rusun)," ucapnya. (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER