Syarat 'Justice Collaborator' Jadi Kendala Dapatkan Remisi

Rosmiyati Dewi Kandi | CNN Indonesia
Kamis, 28 Apr 2016 07:43 WIB
Salah satu syarat tambahan untuk mendapatkan remisi bagi pelaku kejahatan luar biasa adalah menjadi justice collaborator yang dibuat secara tertulis.
Aparat Direktorat IV Tindak Pidana Narkotika Bareskrim Polri seusai melakukan pengeledahan di LP Narkotika Cipinang, Jakarta, Kamis Malam, 9 April 2015. (CNN indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Hukum dan HAM sedang membuat draf revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99/2012 terkait remisi bagi para narapidana. Kepala Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang Eddi Kurniadi mengatakan, salah satu yang sering menjadi kendala napi mendapat remisi adalah persyaratan menjadi justice collaborator yang diharuskan dalam PP tersebut.

Para narapidana, kata Eddi, memang dipersialakan mengajukan remisi namun sejumlah syarat tambahan terutama justice collaborator memberatkan napi. “Warga binaan memang boleh mengajukan remisi, tapi seringnya terhalang di persyaratan justice collaborator itu,” kata Eddi kepada CNNIndonesia.com, Rabu sore (27/4).

Justice collaborator yaitu saksi pelaku yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk membongkar sebuah kasus pidana. Persyaratan itu memang tercantum dalam Pasal 34A ayat 1 huruf a PP Nomor 99/2012 yang berbunyi, pemberian remisi bagi napi narkotik, korupsi, pelanggaran HAM berat, serta kejahatan transnasional lain harus bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar tindak pidana yang dilakukannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasal 34A ayat 3 menguatkan, kesediaan bekerja sama harus dinyatakan secara tertulis dan ditetapkan oleh instansi penegak hukum. Menurut Eddi, penegak hukum dalam hal ini di antaranya Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Eddi menjelaskan, keharusan mendapat penetapan tersebut juga menjadi tantangan tersendiri bagi pihak LP dalam menyampaikan pengajuan remisi kepada Menteri Hukum dan HAM.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menolak berkomentar terkait persyaratan justice collaborator untuk mendapatkan remisi. Badrodin mengaku tidak ingin menanggapi wacana apapun terkait aturan remisi.

“Saya tidak ingin mengomentari hal itu,” kata Badrodin ketika dihubungi.

Berdasarkan data Kementerian Hukum dan HAM, LP dan rumah tahanan di Indonesia saat ini menampung 176.413 orang napi dan tahanan. Dari jumlah itu, sebanyak 68 ribu atau 38,77 persen merupakan pelaku kejahatan narkotik.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly sebelumnya menargetkan revisi PP remisi diselesaikan dalam waktu 1,5 bulan. Revisi yang dia ajukan adalah kembali pada ketentuan di PP Nomor 32/1999 yang dinilai lebih ringan.

Aturan di PP 32 sangat berbeda dengan aturan yang dibuat dalam PP 99 yang menggantikan PP 32 tersebut. Dalam PP 32, tidak ada aturan tambahan yang terlalu ketat untuk kejahatan narkotik, terorisme, korupsi, maupun kejahatan HAM berat.

Sementara Pasal 34 PP 99 mengatur di antaranya bersedia bekerja sama dengan penegak hukum yang dinyatakan tertulis untuk membantu membongkar perkara pidana yang dilakukan, telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai putusan pengadilan untuk napi korupsi, dan telah mengikuti program deradikalisasi serta menyatakan ikrar setia kepada NKRI dan tidak lagi mengulangi pidana terorisme. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER