Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Hukum dan HAM mengklaim dapat menghemat anggaran makan para narapidana yang mendapatkan remisi dasawarsa pada perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2015. Kepala Subdit Komunikasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Akbar Hadiprabowo mengatakan, asumsi penghematan lantaran banyak jumlah napi yang bakal mendapat remisi.
"Negara akan menghemat anggaran Rp 115 miliar apabila memberikan remisi dasawarsa kepada 118 ribu narapidana," kata Akbar ketika dikonfirmasi CNN Indonesia, di Jakarta, Jumat (14/8).
Akbar menjelaskan, penghitungan angka tersebut didapat dari hilangnya biaya makan tiap napi yang mendapatkan remisi dalam tiga kategori. Kategori pertama, untuk 76.979 napi dengan pidana berat yang mendapatkan remisi selama tiga bulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apabila dikali biaya makan Rp 14 ribu per hari maka menghemat Rp 99,96 miliar. Biaya tersebut digunakan untuk tiga kali makan.
Kategori kedua, napi dengan pidana sedang atau dua sampai tiga tahun. Jumlah napi dalam kategori ini adalah 9.391 orang. Mereka mendapatkan remisi selama 60 hari. Apabila dihitung dengan biaya makan para napi yang saban hari dianggarkan Rp 14 ribu, maka pemerintah menghemat Rp 7,88 miliar.
Untuk kategori ringan yakni napi dengan pidana selama satu hingga dua tahun berjumlah 17.818. Mereka akan mendapatkan remisi selama 30 hari. Alhasil negara menghemat sebesar Rp 2,99 miliar.
Pemerintah mengklaim penghematan anggaran juga terus dilakukan dalam pemberian remisi kepada seluruh narapidana termasuk koruptor. Pada remisi khusus Idul Fıtrı bulan lalu, negara diakui menghemat setidaknya Rp 22,9 miliar.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laloy mengungkapkan, pemberian remisi termasuk remisi dasawarsa merupakan bagian dari pembinaan masyarakat. "Tugas kementerian untuk memberi bonus kepada para napi yang sudah berkelakukan baik. Remisi dasawarsa diberikan setiap 10 tahun dan sudah dimulai dari dulu," ujar Yasonna.
Pemberian remisi dasawarsa ini merujuk pada Keputusan Presiden Nomor 120 Tahun 1955 tentang Pengurangan Hukuman Istimewa pada Hari Dwi Dasawarsa Proklamasi Kemerdekaan RI, sehingga seluruh narapidana dapat memperolehnya saban satu dekade kecuali narapidana hukuman mati, seumur hidup, dan narapidana yang akan kabur.
Pemberian Tanpa Syarat
Pemberian remisi juga diklaim memberikan stimulus bagi narapidana agar berkelakuan baik. Remisi ditujukan untuk mengurangi tingkat frustasi sehingga mengurangi gangguan keamanan. Melalui program ini, pemerintah juga membebaskan penghuni bui untuk berinteraksi dengan masyarakat.
Yasonna mengakui, pemberian remisi mengurangi beban kelebihan kapasitas penghuni yang mayoritas dialami oleh 477 rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan.
Menanggapi pemberian remisi tersebut, badan pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) menentang sikap pemerintah. Peneliti ICW Lalola Easter mengatakan, perlu ada pengetatan seleksi pemberian remisi untuk para koruptor.
"Beberapa syarat sepatutnya tetap diberlakukan terhadap tindak pidana luar biasa seperti korupsi, terorisme, narkotika, kejahatan HAM berat, dan kejahatan transnasional, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012," ujar Lalola.
Pasal 34A ayat 1 dan Pasal 34B ayat 2 dalam aturan tersebut menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi secara kumulatif oleh napi kasus korupsi untuk mendapat remisi yakni berstatus sebagai justice collaborator, sudah melunasi pidana pengganti dan denda, serta mendapat pertimbangan tertulis dari lembaga yang menangani perkaranya.
"Syarat-syarat tersebut sepatutnya berlaku dalam pemberian remisi dasawarsa, karena secara hirarki peraturan hukum maupun dari waktu pembentukan peraturan, PP Nomor 99 Tahun 2012 lebih tinggi posisinya dan lebih baru dibanding Keppres Nomor 120 Tahun 1955," ucap Lalola.
(rdk)