Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Mohamad Taufik kembali memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap dalam pembahasan Rapat Peraturan Daerah terkait dengan reklamasi teluk Jakarta.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, Taufik tiba di Gedung KPK sekitar pukul 09.30 WIB dengan mengenakan kemeja berwarna biru muda. Dalam pemeriksaan yang kesekian kalinya ini, ia kembali diperiksa sebagai saksi untuk adiknya yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi.
Berbeda dengan sebelumnya, kali ini Taufik mau sedikit bicara soal permasalahan yang ada di dalam Raperda terkait reklamasi teluk di Jakarta. Ia mengklaim, lambatnya alotnya pembahasan Raperda terkait dengan penempatan aturan izin pelaksanaan dan izin reklamasi baru dalam reklamasi tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Taufik menilai, izin reklamasi harus dibuat dalam perda sendiri di luar dua perda yang sedang dibahas di Badan Legislasi DPRD DKI, yaitu Perda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di DKI tahun 2015-2035 dan Perda tentang Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
"Perda itu, perda tata ruang, bukan perda izin. Kita tidak mau masukin izin," ujarnya di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/4).
Namun, Taufik tidak menjelaskan secara rinci izin apa yang menjadi penyebab lambatnya pengesahan Raperda tersebut.
Terkait kontribusi tambahan sebesar 15 persen yang diminta oleh Pemerintah Provinsi DKI, Taufik menyatakan hal tersebut akan dituangkan ke dalam Peraturan Gubernur. "Sudah di Pergub. Itu sudah lama," ujar Taufik.
Taufik menyampaikan, tidak ada proyek pembangunan jembatan yang menghubungkan antar wilayah yang berdekatan dengan DKI dalam Raperda terkait reklamasi teluk Jakarta.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus suap ini, yakni Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk Ariesman Widjaja, dan anak buahnya Trinanda Prihantoro.
Dalam kasus tersebut, Sanusi diduga menerima uang Rp2 miliar dari Presdir Agung Podomoro Land Ariesman terkait pembahasan reklamasi.
KPK juga telah mencegah sejumlah nama ke luar negeri, yakni Direktur PT Agung Sedayu Group Richard Halim Kusuma, Chairman Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan, Staf Gubernur DKI Jakarta Sunny Tanuwidjaja, dan dua pegawai PT APL Berlian dan Geri.
(bag)