Jakarta, CNN Indonesia -- Staf Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Sunny Tanuwidjaja menyatakan ada ancaman
deadlock oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI dalam pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) terkait reklamasi Teluk Jakarta. Sunny mengatakan, ancaman
deadlock dilakukan jika Ahok berkeras meminta biaya kontribusi tambahan 15 persen kepada pengembang reklamasi.
"Kemarin ada ancaman dari DPRD DKI akan
deadlock. Beliau (Ahok) sempat mengatakan yang penting 15 persen itu jangan dicoret," ujar Sunny di Gedung KPK, Jakarta, Senin (25/4).
Sunny menuturkan, Ahok telah secara tegas meminta biaya tambahan tersebut harus disahkan. Namun pengesahan biaya kontribusi tambahan tersebut masih dalam pembahasan, apakah masuk ke dalam Peraturan Gubernur atau Peraturan Daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Belakangan sudah lebih
fix tidak ada negosiasi lagi," ujarnya.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, Sunny kembali diperiksa bagi tersangka penerima suap Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi. Ia diperiksa lebih dari delapan jam sejak pukul 09.00 WIB.
Dalam pemeriksaan kali ini, Sunny mengaku kembali ditanya soal proses dan keikutsertaanya dalam pembahasan dua raperda terkait reklamasi tersebut. Ia mengklaim tak mengetahui soal pertemuan antara beberapa anggota DPRD DKI dengan pemilik PT Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan.
"Kurang lebih ada 12 pertanyaan soal pembahasan raperda. Soal substansinya dan usulan-usulannya," ujar Sunny.
Sunny mengaku sempat beberapa kali berkomunikasi dengan pengusaha pengembang rekalamasi. Dalam pemeriksaan kali ini, ia juga mengaku diminta oleh Ahok agar menyampaikan semua hal yang diketahuinya terkait raperda tersebut.
"(Ahok) selalu menyampaikan kepada saya, kalau diperiksa sampaikan apa adanya," ujar Sunny.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus suap tersebut, di antaranya Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk Ariesman Widjaja, dan anak buahnya Trinanda Prihantoro.
Selain itu, KPK juga telah mencegah ke luar negeri terhadap sejumlah nama, di antaranya Richard, Aguan, Sunny Tanuwidjaja, dan dua pegawai PT APL Berlian dan Geri.
Dalam kasus tersebut, Sanusi diduga menerima uang Rp2 miliar dari Ariesman terkait pembahasan reklamasi. Untuk diketahui, anak perusahaan Agung Podomoro yakni PT Muara Wisesa Samudra menggarap reklamasi pulau G. Sedangkan anak perusahaan Agung Sedayu yakni PT Kapuk Naga Indah menggarap proyek Pulau A, B, C, D, dan E.
Sanusi yang merupakan kader Partai Gerindra disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara Ariesman dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(rdk)