Jakarta, CNN Indonesia -- Kekecewaan tak bisa hilang. Penggusuran tanpa ganti rugi membuat Ketua RT 007/RW 014 Bidaracina, Yusuf memendam kekesalan terhadap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dukungannya terhadap program pemerintah hilang begitu saja.
"Awalnya kami dukung, karena dijanjikan akan dibayar per meter, tapi tiba-tiba Pak Camat bilang bapak harus ikhlaskan tanahnya, kalau mau jual saja ke Madura (tukang jual beli besi) supaya dapatkan untung," ujarnya saat ditemui CNNIndonesia.com di kediamannya di Bidaracina, Jakarta Timur, Jumat (29/04).
Yusuf menolak menerima penggusuran pelebaran kali dan pembangunan sodetan Kali Ciliwung. Sekuat ingatannya, 57 tahun sudah ia bermukim dan mengaku memiliki surat rumah berupa Akte Jual Beli (AJB). Tak sendiri, 40 rumah yang tinggal di RT 007 ini pun diakuinya memiliki AJB.
Kabar penggusuran RT 007 dan 008 RW 014 ini sudah menyebar sebelum penggusuran Kampung Pulo. Penolakan yang dilakukan tanggal 9 September 2015 membuat penggusuran di wilayahnya tertunda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yusuf memang tidak begitu kuat membendung penggusuran, karena tak memegang sertifikat hak milik (SHM). Sang ayah yang menempati rumah tersebut enggan untuk membuat sertifikat karena dianggap tidak penting.
Ia bersama warga telah melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Balai Kota. Namun tak berhasil, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tak merespon aksi mereka. Tak berhenti di sana, ia bersama seorang temannya menghampiri Istana Negara untuk bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo. Sayangnya, hanya pesan berupa surat yang dapat mereka kirimkan kepada Presiden.
Warga Bidaracina kemudian melihat Ahok sebagai sosok jahat. Dibandingkan Presiden Soeharto yang pernah melakukan penggusuran besar di Bidaracina tahun 1996, Soeharto kerap menggantikan per meter dari rumah setiap warga yang alami penggusuran.
"Soeharto itu jahat, tapi Ahok lebih jahat lagi, saya sudah tidak percaya dengan janji-janji pemimpin yang peduli rakyat kecil," tambahnya.
Rata-rata warga Bidara Cina berumur lanjut dan berstatus janda. Yusuf adalah ketua RT sejak 2013, memaparkan warga ingin dibayar untuk pulang ke kampung halamannya masing-masing. Ia pun ingin kembali ke kampung halamannya di Banten untuk hidup bertani.
"Digusur silahkan asal diganti dan uang ganti nantinya pun akan kita gunakan untuk pulang kampung begitu juga warga di sini," ujarnya.
Ega (50) adalah ibu satu anak. Ia sebisa mungkin tidak mau tinggal di rusun jika rumahnya mengalami penggusuran. Sudah cukup ia mendengar cerita dari teman-temannya tinggal di rusun tidak menyenangkan, bahkan susah untuk membuka usaha.
Ega adalah seorang janda, ia membuka warung di rumahnya untuk mencukupi kebutuhan dan mencukupi anaknya yang masih kelas dua SMK. Ia yang tinggal sejak 2001 di RT 007/RW 014 ini ingin agar rumahnya diganti jika harus alami penggusuran.
"Saya ingin diganti, ini kan hasil keringat sampai jadi bangunan tapi jangan rusun karena itu bukan milik kita sendiri."
(pit)