Pengadilan Tolak Gugatan Praperadilan Tersangka Pencabulan

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Selasa, 03 Mei 2016 12:02 WIB
Gugatan Edi Rosadi ditolak oleh pengadilan karena penetapan dirinya sebagai tersangka kasus pencabulan telah sesuai prosedur yang berlaku.
Pengadilan Negeri Jaksel menolak seluruh gugatan praperadilan tersangka kasus pencabulan anak di bawah umur, guru SMP Negeri 3 Manggarai, Edi Rosadi. (Getty Images/Spencer Platt).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak seluruh gugatan praperadilan tersangka kasus pencabulan anak di bawah umur yang merupakan guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Manggarai, Edi Rosadi.

Menurut Hakim Baktar Jubri Nasution yang memimpin sidang praperadilan, gugatan Edi ditolak oleh pengadilan karena penetapan dirinya sebagai tersangka kasus pencabulan telah sesuai prosedur yang berlaku.

"Penetapan pemohon sebagai tersangka telah sesuai prosedur yang berlaku. Hakim praperadilan berpendapat bahwa proses penyelidikan dan penyidikan termohon (Polres Metro Jakarta Selatan) sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Baktar di PN Jakarta Selatan, Selasa (3/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hakim memandang seluruh dalil Edi dalam sidang praperadilan telah masuk ke dalam materi pokok perkara. Oleh karena itu, gugatannya diputuskan ditolak dan seluruh dalil yang sudah dihadirkan dapat dibuktikan di sidang pokok perkara nantinya.

Saat ditemui usai sidang, kuasa hukum Edi, Herbert Aritonang, berkata bahwa dirinya kecewa dengan putusan hakim. Menurutnya, gugatan praperadilan kliennya seharusnya dapat diterima karena beberapa alasan.

Pertama, Herbert memandang pengaduan Edi ke polisi atas dugaan tindakan pencabulan oleh seorang siswa SMP Negeri 3 Manggarai dipenuhi kejanggalan. Pasalnya, pengaduan baru dilaporkan oleh sang korban setelah tindakan pencabulan terjadi beberapa bulan sebelumnya.

"Yang janggal, kenapa saat pengaduan korban shock melihat guru (Edi)? Kalau dia shock, kenapa tidak setiap hari? Pengaduan pada 3 Maret itu tidak ada kejadian pencabulan, masalah ini malah dialihkan tahun lalu. Jadi laloran 3 Maret itu karena korban merasa shock melihat gurunya. Kenapa tidak setiap hari dia shock sejak Juli 2015?" kata Herbert.

Herbert juga masih bersikukuh bahwa hasil visum harus dicantumkan dalam laporan penyidikan yang sudah dilakukan polisi atas Edi. Menurutnya, tanpa hasil visum maka status Edi sebagai tersangka lemah di hadapan hukum.

"Dari pengakuan korban dia katanya korban pencabulan berkali-kali. Ada kemungkinan, kenapa dia tidak histeris? Kalau ada kejadian pertama, mustinya kejadian kedua dia sudah takut dong atau berontak. Ini berita bohong atau kenapa?" katanya.

Menurut Wakil Kapolres Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Surawan, berdasarkan keterangan para saksi Edi disebut sudah melakukan pencabulan sebanyak tiga kali di tempatnya dulu mengajar. Pencabulan terakhir yang dilakukan terjadi pada Maret lalu.

Sehari setelah pencabulan terjadi, korban yang berinisial NS (14) dan keluarganya pun melapor ke Polres Jakarta Selatan.

Dalam laporan dijelaskan bahwa korban sempat dibawa ke ruang guru oleh Edi. Korban dibawa ke sama karena tak ada CCTV yang memantau gerak-gerik guru di ruangan tersebut.

Sesampainya di ruang guru, NS dilaporkan mendapat perlakuan tidak senonoh. Ternyata, pencabulan bahkan telah dilakukan oleh Edi sejak setahun lalu.

Edi terancam hukuman penjara hingga 15 tahun sesuai isi pasal 76 huruf E Junto Pasal 82 Undang-Undang RI nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan UU RI Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak. (bag)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER