Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung membuka kemungkinan menjatuhkan hukuman mati bagi para pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan, tuntutan tersebut dapat diberikan jika korban kekerasan seksual mengalami kematian pascamendapat perlakuan jahat dari pelaku.
Kematian korban kekerasan seksual, tegas Prasetyo, dianggap sama dengan tindak pidana pembunuhan berencana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau misalnya korbannya (tewas) karena diperkosa, berarti dia meninggal yang direncanakan. Di KUHP, pembunuhan berencana itu ancamannya hukuman mati, apalagi dikaitkan dengan kejahatan seksual," kata Prasetyo di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/5).
Selain ancaman hukuman mati, pelaku kekerasan seksual terhadap anak juga bisa dijatuhi hukuman kebiri. Apalagi jenis hukuman tersebut telah tercantum dalam draf Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Perlindungan Kekerasan Seksual Anak yang rencananya masuk ke pembahasan di DPR bulan ini.
Pasal berlapisKejaksaan Agung dalam kesempatan berbeda juga membuka kemungkinan digunakannya pasal berlapis dalam menuntut seorang terdakwa kasus kekerasan seksual anak.
Tuntutan berlapis kepada pelaku kekerasan seksual anak akan diberikan sesuai isi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan KUHP.
"Jaksa Agung mencontohkan, JPU (Jaksa Penuntut Umum) akan menuntut pelaku kekerasan seksual terhadap anak secara berlapis menggunakan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan KUHP dengan harapan hakim menjatuhkan vonis berat," cuit akun Twitter resmi Kejaksaan Agung, @KejaksaanRI, siang tadi.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly juga mengatakan, Perppu Perlindungan Kekerasan Seksual Anak menjadi pilihan pemerintah karena merevisi UU Perlindungan Anak membutuhkan waktu lama dalam pembahasannya.
Itu sebabnya pemerintah segera membentuk Perppu untuk kemudian dikirimkan ke DPR. Perppu tidak akan menghilangkan sifat lex specialis peradilan anak. Pemberian hukum pokok dan tambahan, termasuk kebiri, terhadap anak menjadi kewenangan hakim.
"Tidak pukul rata semua. Anak ini berpotensi destroyer atau predator, biar hakim yang melihat fakta-faktanya," ujar Yasonna.
Hukuman tambahan kebiri akan diberikan kepada paedofil yang terus melecehkan anak-anak atau yang berpotensi menjadi predator. Yasonna yakin hukuman kebiri tidak akan memicu masalah terkait pelanggaran hak asasi manusia.
(agk)