Mei 98, Kusmiati Pangku Jasad sang Putra yang Hangus Terbakar

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Sabtu, 14 Mei 2016 18:31 WIB
Yogya Plaza Klender jadi salah satu sasaran amuk massa, Mei 98. Mal itu dijarah, terbakar. Saat kebakaran melanda, orang-orang terpanggang di dalamnya.
Keluarga korban Tragedi Mei 1998 berdoa di depan Prasasti Mei 98 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta. (ANTARA/M Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tepat hari ini 18 tahun lalu, Mustofa, siswa SMP di kawasan Pondok Bambu, Jakarta Timur, berpamitan pada ibunya untuk bermain catur. Kusmiati, sang ibu, telah hafal kegiatan anak pertamanya yang biasa bermain catur usai pulang sekolah.

Tapi siapa sangka, pamitan sore itu jadi pertemuan terakhir Kusmiati dengan Mustofa. Tragedi Mei 1998 yang juga merembet ke Yogya Plaza Klender (saat ini Mal Citra Klender) membuat Kusmiati harus berpisah dengan sang putra selama-lamanya.

Yogya Plaza Klender menjadi salah satu lokasi sasaran amuk massa. Mal itu dijarah dan kemudian terbakar. Saat kebakaran melanda, banyak orang terpanggang di dalamnya. Mustofa salah satunya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kusmiati tak langsung menemukan anaknya. Tiga hari setelah putranya hilang pada 14 Mei 1998, dia baru menemukan jasad Mustofa di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.

"Kondisinya sudah hangus dan tidak utuh. Tapi saya yakin benar itu anak saya, dari baju dan celana dalamnya," ujar Kusmiati saat memperingati '18 Tahun Peristiwa Mei 1998' di Taman Pemakaman Umum Pondok Rangon, Jakarta, Sabtu (14/5).

Kusmiati menuturkan, proses pemulangan jenazah anaknya tak mudah. Ia tak mendapat penjelasan apapun dari rumah sakit maupun kepolisian. Kusmiati hanya diminta membayar sejumlah uang pada petugas rumah sakit.

“Setelah itu baru jenazah boleh dibawa pulang. Saya pangku Mustofa selama di dalam ambulans,” kata Kusmiati.
Kusmiati cukup beruntung tak perlu menguburkan jenazah anaknya secara massal seperti korban tragedi Mei lainnya. Ia menguburkan Mustofa di TPU Pondok Kelapa, tak jauh dari rumahnya di kawasan Cipinang.

Namun meski tak dikuburkan di pemakaman massal korban tragedi Mei 1998 di TPU Pondok Rangon, Kusmiati mengatakan bisa merasakan debu-debu anaknya di sekitar pemakaman itu.

Mengenang kembali hari kelabu 18 tahun silam, Kusmiati menduga Mustofa diajak kawannya untuk ikut menjarah barang-barang di Yogya Plaza Klender. “Enggak tahunya malah terjebak di dalam mal.”

Kusmiati kini telah berpasrah dan menerima kematian anaknya. Ia hanya ingin Tragedi Mei 1998 tak dilupakan begitu saja oleh pemerintah. Apalagi, kata dia, sampai saat ini pelaku utama di balik tragedi itu belum juga terungkap.

"Dulu Pak Jokowi sudah janji akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Kami tunggu keadilan dari pemerintah. Jangan sampai ini terulang," kata Kusmiati.

Warga berada di depan makam para korban Tragedi Mei 1998 di TPU Pondok Rangon, Jakarta. (ANTARA/M Agung Rajasa)
Di TPU Pondok Rangon, ada sekitar 131 batu nisan tanpa nama. Mereka merupakan korban kerusuhan Mei 1998 yang dimakamkan secara massal karena tak lagi dikenali jasadnya.

Area pemakaman bagi korban Mei 1998 di TPU itu jadi satu dengan pemakaman umum lain. Namun makam bagi para korban 1998 ditandai dengan monumen dan prasasti bertuliskan harapan agar peristiwa Mei 1998 tak berulang.
(agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER