Jakarta, CNN Indonesia -- Tingkat kemiskinan yang meninggi membuat jutaan anak yang harus tumbuh di jalanan. Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat, saat ini terdapat sekitar 1,7 juta anak jalanan di 26 provinsi yang rentan menjadi korban kekerasan seksual.
Pusat Penelitian HIV (PPH) Universitas Atma Jaya menyatakan, kehidupan anak jalanan sangat dekat dengan fenomena kekerasan seksual.
Peneliti PPH, Kekek Apriana, menyebut fakta itu merupakan hasil observasi lapangan yang melibatkan 43 anak jalanan dengan rentan usia 15 hingga 18 tahun di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Remaja jalanan menjadi sasaran karena kehidupan mereka yang 'keras' serta jauh dari pengawasan orang tua," ujarnya di Jakarta, Senin (16/5).
Kekek mengatakan, kalau anak jalanan masih tinggal dengan keluarganya, pengawasan orang tua terhadap kehidupan mereka juga minim karena pendidikan yang terbatas.
Sebanyak 80 persen dari total narasumber PPH Atma Jaya mengaku memiliki pengalaman menjalin hubungan dengan lawan jenis atau pacaran.
"Hampir seluruhnya menjawab pacaran yang mereka lakukan itu berkontak fisik bahkan tidak sedikit yang melakukan hubungan seks hingga memiliki keturunan," ujar Keke.
Kekek menuturkan, kekerasan seksual juga sering ditemui antar sesama anak jalanan. Dua dari 20 informan perempuan PPH saat ini, kata dia, sedang hamil tanpa pernikahan.
Direktur PPH, Irwanto, menyebut perhatian pemerintah terhadap fenomena anak jalanan yang rentan kekerasan seksual masih minim.
Menurutnya, pemerintah sepatutnya mendorong masyarakat untuk berempati terhadap isu kekerasan seksual terhadap anak.
"Negara dalam hal ini harus dimaknai sebagai masyarakat. Koordinasi bukan hanya semata-mata antarinstitusi karena masyarakatlah yang langsung yang bersinggungan dengan fenomena ini," tutur Irwanto.
PPH juga menemukan fakta tingginya penyebaran dan penularan HIV/AIDS di dalam komunitas anak jalanan. Irwanto mengatakan, pemerintah selama ini belum menyebut komunitas itu sebagai populasi kunci penanggulangan HIV AIDS .
Berdasarkan observasi lapangan, kata Irwanto, anak jalanan sebetulnya memahami dampak perilaku seks bebas yang mereka jalankan.
"Ada yang menyatakan hubungan seks itu wajar asalkan dibatasi. Itu kan sudah merefleksikan pemikiran mereka yang sudah terlalu bebas," ujarnya.
Pengurus Yayasan Sahabat Anak, Walter Simbolon, menduga pola pikir anak jalanan tersebut muncul akibat kekerasan seksual yang kerap mereka dapatkan.
"Mereka cenderung mendiamkannya (kekerasan seksual) dan tidak berani melapor karena mungkin dari lingkungannya sudah terbaisa seperti itu," kata Walter.
Walter berkata, pemerintah dan masyarakat harus menjajaki pendekatan pribadi untuk mengubah pola pikir tersebut. Sosialisasi dampak buruk hubungan seksual secara bebas, menurutnya, penting dilakukan.
Walter juga yakin, pendidikan seks dan kesehatan reproduksi yang benar dapat mengubah penyimpangan seksual di kalangan anak jalanan.
(abm)