Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golongan Karya untuk mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo disebut bukan menjadi jaminan bahwa tidak akan terjadi kegaduhan politik. Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, bisa saja di Kabinet Kerja tidak akan ada perselisihan, namun bukan berarti tidak muncul kegaduhan di DPR.
“Tidak ada korelasi politik antara dukungan partai dengan dukungan terhadap program pemerintah. Keberadaan Golkar jelas tidak menjamin,” ujar Siti saat berbincang dengan CNNIndonesia.com hari ini, Selasa (17/5).
Siti menjelaskan kembali situasi yang terjadi saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono di periode sebelumnya. Saat itu, SBY juga mengantongi dukungan yang luas dari berbagai partai politik, termasuk Golkar sebagai partai besar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi saat itu, lanjut Siti, menggambarkan dengan jelas bahwa tak ada jaminan apapun yang bisa dipastikan SBY lantaran kegaduhan di parlemen tetap terajadi. Tak jarang, program-program yang dilakukan pemerintah tak langsung mendapat respons positif di DPR dengan argumentasi bahwa parlemen sebagai jelamaan rakyat yang harus kritis terhadap pemerintah.
Bagi Siti, kondisi itu tak lebih sebagai penjelasan logis bahwa koalisi partai politik yang dibangun di Indonesia sangat tidak terformat, belum terukur, belum berlandaskan ideologi, platform, dan kesamaan visi dan misi. “Yang akhirnya sangat berpengaruh terhadap komitmen, bahwa ini hanya kepentingan sesaat untuk menghadapi lawan politik bersama saat itu,” kata Siti.
Meski tidak menjadi jaminan, lanjut Siti, namun keberadaan Golkar di deretan pendukung pemerintah memang sangat menguntungkan dan signifikan. Keuntungan dan signifikansi itu terutama dirasakan oleh Jokowi yang bukan merupakan ketua umum partai, dalam hal ini Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai sarana politiknya terpilih sebagai Presiden.
“Golkar bisa dijadikan balance of power oleh Jokowi, terutama kalau dia diutak atik oleh pendukung utamanya sendiri. Jokowi bisa menghadirkan kekuatan Golkar sebagai pendukungnya,” tutur Siti.
Dengan kehadiran Golkar, pendukung pemerintah bertambah menjadi tujuh partai politik selain PDIP, NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Partai Amanat Nasional (PAN). Sementara dua partai lain yang masih berada di luar pemerintah yaitu Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Dihubungi terpisah, Ketua DPP PKS Nasir Djamil mengatakan, langkah politik Golkar mendukung pemerintah tidak berpengaruh terhadap peta politik di DPR. Bagi Nasir, DPR akan tetap berwajah seperti saat ini karena mendukung kepentingan rakyat.
Namun Nasir mengakui bahwa sikap politik Golkar itu sebagai buntut dari tidak ada koalisi parmanen yang digagas di DPR. Koalisi yang dibangun, termasuk oleh KMP merupakan koalisi berdasarkan kepentingan. Jika kepentingan kedua pihak sama, maka kondisi DPR akan aman-aman saja, dan jika sebaliknya, maka akan gaduh.
“Golkar sudah putuskan merapat ke Istana, tetap punya kepentingan. Selama kepentingannya sama, tentu aman-aman saja. Persoalannya nanti bagaimana kalau ada kebijakan Presiden yang berbeda dengan kepentingan Golkar?” kata Nasir.
(rdk)